TEMPO Interaktif, Jakarta - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengusulkan kepada Presiden untuk membentuk perwakilan di daerah. Alasannya, sekitar 60 persen permintaan perlindungan berasal dari luar Jakarta. Mereka mengaku terancam karena membongkar berbagai aksi korupsi di daerah.
‘’Sebagian melibatkan kepala daerah atau sesama rekan kerja dulunya. Paling banyak di Jawa, tapi ada juga di Kalimantan, Sulawesi, Sumatra,’’ kata Ketua LPSK, Abdul Haris Semendawai, seusai bertemu Yudhoyono di Kantor Presiden, Jumat, 8 Juli 2011.
Karena banyaknya permintaan dari daerah, LPSK berniat membuka cabang di luar Jakarta. LPSK meminta dukungan pemerintah untuk langkah tersebut. Menurut Abdul Haris, Yudhoyono mendukung rencana LPSK itu. "Mengingat banyak terjadi penyimpangan APBD dan kasus lainnya di daerah yang melibatkan aparat pemerintah daerah,’’ kata Abdul Haris menirukan Presiden.
Jika LPSK hadir di daerah, diharapkan bermunculan lebih banyak peniup peluit (whistleblower) dan pelaku pelapor (justice collaborator) lainnya yang bisa mengungkap berbagai kasus korupsi. Yudhoyono juga meminta LPSK dapat memberikan perlindungan kepada pembongkar kasus untuk ditindaklanjuti sesuai hukum yang berlaku.
‘’Tentunya kalau fitnah tidak kita tanggapi, laporan harus benar-benar akurat dan ada saksi. Untuk mereka ini akan kita berikan jaminan perlindungan bahkan pengurangan hukuman,’’ tuturnya.
Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Denny Indrayana mengatakan Yudhoyono juga mendorong niat LPSK itu. Malah, kalau perlu, KPK dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan juga membuat cabang di daerah untuk lebih efektif memberantas korupsi.
LPSK mencatat, permintaan perlindungan terus meningkat tiap tahun. Tahun lalu, hanya ada 154 permintaan, tapi jumlahnya melonjak menjadi 213 kasus per Juni 2011. Sebagian besar berkaitan dengan kasus korupsi.
BUNGA MANGGIASIH