TEMPO Interaktif, Subang - Malang nian nasib Asep Kosasih. Bocah berusia delapan tahun anak pasangan Kesih dan Anggi, warga Desa Ciracas, Kecamatan Kalijati, Kabupaten Subang, Jawa Barat, itu, sampai sekarang di bagian rahangnya belum ditumbuhi gigi.
Begitu pun bagian kepalanya, hanya ditumbuhi puluhan atau mungkin ratusan rambut pirang. Kepala anak yang baru naik ke kelas 3 SD itu nyaris tampak plontos. Tak hanya itu, Asep memiliki wajah seperti orang yang sudah beranjak dewasa.
Konon, semua kelainan genetika yang terdapat dalam diri bocah tersebut terbawa sejak lahir. Orang tuanya sempat membawa dan memeriksakannya ke dokter.
"Tapi, jawaban dokter, semua kelainan anak saya tersebut akan sembuh dengan sendirinya," kata Kesih, saat ditemui di rumahnya yang sederhana di Desa Ciracas.
Kesih juga dituntut punya sikap sabar. Sebab, ketika anaknya akan makan, harus selalu menghidangkannya dengan tambahan air, supaya saat dikunyah makanan bisa cepat jadi lunak. "Jika tidak, Asep tak bisa makan," tutur Kesih.
Persoalan lain, Asep juga tak bisa hidup tanpa guyuran air. "Setiap saat badannya harus diguyur air. Jika tidak, kondisi badannya akan berubah jadi panas," ujar Anggi, sang ayah. "Mungkin itu akibat kulitnya yang tak memiliki lubang pori-pori."
Berbekal asuransi Jamkesmas, Kesih dan Anggi ditemani sejumlah aparart Desa Caracas, Selasa 28 Juni 2011, memeriksakan diri Asep ke RSUD Ciereng, Subang.
Dari hasil pemeriksaan di poli gigi, Asep ditegaskan memiliki kelainan genetik dan juga menderita anodontia dan agenesi atau tak memiliki benih gigi serta mengalami malnutrisi selama proses kehamilan.
"Tipis harapannya untuk memiliki gigi," kata Agus Sofyan, dokter spesialis gigi. Untuk membantu agar bisa makan dengan normal, harus dibantu dengan gigi palsu. "Hanya itu solusinya."
Sedangkan, Didi Supriadi, dokter spesial kulit yang memeriksa Asep, menyimpulkan, fisik Asep yang tampak seperti orang dewasa meski ukuran tinggi dan berat badannya normal, disebabkan oleh kelainan pada kelamin kulit.
Kulit Asep, sekelebatan, memang seperti tanpa memiliki lubang pori-pori. "Karena dia menderita penyakit dermatitis apotik atau alergi kulit, sehingga lubang pori-porinya tak tampak. Penyakit ini bisa disembuhkan," tutur Didi.
Tapi, Kesih dan Anggi tetap semangat dan semringah, mengingat Asep yang punya sejumlah kelainan itu terbilang anak yang cerdas. "Di kelasnya selalu ranking 1," kata Kesih.
NANANG SUTISNA