TEMPO Interaktif, Jakarta - Lembaga Swadaya Masyarakat Migrant Care menuntut dana perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) agar diaudit. "Audit harus dilakukan sebagai pertanggungjawaban kepada publik," kata Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah kepada Tempo, Ahad, 26 Juni 2011.
TKI selama ini wajib membayar Biaya Pembinaan TKI yang dimaksudakan sebagai dana perlindungan TKI sebesar US$ 15 per orang. Uang itu disetor Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) ke Kas Negara melalui rekening Kementerian Keuangan. "Penghasilan nonpajak dimasukkan ke Kementerian Keuangan, tapi menurut penelitian hanya beberapa persen yang dipakai perlindungan TKI," kata Anis.
Biaya Pembinaan TKI berlaku di Indonesia sejak ditetapkannya Undang-Undang No. 92 Tahun 2000 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Ini berarti, biaya itu telah dibebankan kepada TKI lebih dari 10 tahun. Saat ditanya tentang aliran dana tersebut, Anis berujar, "Nggak jelas, tidak kemudian diberikan untuk perlindungan TKI."
Hingga kini, Anis memperkirakan jumlah TKI di luar negeri sebanyak 6,5 juta orang. Jika mengacu pada jumlah ini, maka Anis menduga ada triliunan rupiah uang yang terkumpul. "Tinggal kalikan saja," kata Anis.
Anis meminta agar dana yang dinilai tak jelas peruntukannya itu dihapus. "Harus dihapuskan karena warga negara mendapat perlindungan itu sudah merupakan hak, nggak perlu membayar agar dilindungi negara," kata Anis.
Sebelumnya, Tempo pernah mengkonfirmasikan hal ini kepada Kepala Sub Direktorat Pembiayaan dan Remitansi Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Ricky Adriansyah. Ia membenarkan adanya Biaya Pembinaan yang dibebankan kepada TKI sejak tahun 2000, besarannya US$ 15. Uang itu diakuinya datang dari kantong pribadi TKI. "Uang itu milik TKI, dibayarkan PJTKI melalui bank pemerintah ke rekening Kementerian Keuangan," kata Ricky.
Tujuan Biaya Pembinaan itu menurut Ricky, untuk menyelesaikan permasalahan TKI di dalam maupun di luar negeri. "Termasuk pengadaan lawyer di luar negeri, pemulangan TKI yang bermasalah, atau (biaya pengobatan) TKI yang sakit di KBRI," kata Ricky. Seperti halnya Anis, Ricky pun mempertanyakan ke mana dana itu mengalir.
MARTHA THERTINA