TEMPO Interaktif, Jakarta - Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah mensinyalir Asuransi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) bermasalah. Klaim atas asuransi TKI hanya cair 20 persen tiap tahun. "Lalu, 80 persennya menguap ke mana?" kata Anis Hidayah kepada Tempo, Ahad, 26 Juni 2011.
Pungutan asuransi yang kini diatur dalam Peraturan Menteri No. 7 Tahun 2010 itu diberlakukan sejak awal tahun 2000. Setiap TKI wajib membayar biaya asuransi senilai Rp 400 ribu yang terdiri dari pra penempatan sebesar Rp 50 ribu, masa penempatan Rp 300 ribu, dan purna penempatan Rp 50 ribu. Di atas kertas, klaim asuransi bisa turun dalam dua minggu. "Tapi kenyataannya, mukjizatlah kalau bisa cair, perusahaan asuransi tak transparan soal dana itu," kata Anis.
Menurut Anis, tidak bisa cairnya dana asuransi itu karena meskipun TKI sudah membayar Rp 400 ribu, ternyata tidak didaftarkan asuransinya. "Ironis sekali nasib TKI," kata Anis.
Menurut dia, asuransi itu sebenarnya bisa diklaim untuk dana perlindungan TKI. Dalam Peraturan Menteri soal asuransi TKI, dilampirkan 13 jenis risiko yang ditanggung asuransi, dari mulai meninggal dunia, sakit, kecelakaan kerja, gagal berangkat bukan karena kesalahan calon TKI, tindak kekerasan fisik dan pemerkosaan/pelecehan seksual, gagal ditempatkan bukan karena kesalahan TKI, PHK, menghadapi masalah hukum, upah tidak dibayar, pemulangan TKI yang bermasalah, kerugian atas tindakan pihak lain selama perjalanan pulang ke daerah asal, hilangnya akal budi, hingga risiko TKI dipindahkan ke tempat kerja/tempat lain bukan atas kehendak TKI.
Perusahaan asuransi bertanggung jawab membayar klaim atas 13 risiko itu. Nilai klaim kematian TKI misalnya sebesar Rp 55 Juta. Sementara, untuk biaya pemeliharaan kesehatan di negara penempatan, TKI berhak mengklaim hingga Rp 50 juta setiap kali sakit, demikian juga jika mengalami kecelakaan kerja. Jika menghadapi masalah hukum, TKI juga berhak mendapat biaya legitasi dan advokasi hingga Rp 100 juta.
Sejak 2010, asuransi TKI dipegang satu Konsorsium Asuransi yaitu "Proteksi TKI". Konsorsium ini diketuai PT Asuransi Central Asia Raya dengan anggota PT Asuransi Umum Mega, PT Asuransi Harta Aman Pratama, PT Asuransi Tugu Kresna Pratama, PT Asuransi LIG, PT Asuransi Raya, PT Asuransi Ramayana, PT Asuransi Purna Artanugraha, PT Asuransi Takaful Keluarga, dan PT Asuransi Relief.
Penetapan konsorsium tunggal ini dinilai bermasalah oleh para pemerhati TKI, termasuk Migrant Care. Menurut Anis, penetapan konsorsium itu tidak melalui tender dan melanggar pasal anti monopoli. Sebelumnya, konsorsium tunggal pernah diberlakukan pada tahun 2006 dan akibatnya banyak klaim yang tidak dibayar. "(Uangnya) dikorupsi," kata Anis.
Menurut Anis, Komisi Pengawasan Persaingan usaha (KPPU) sudah minta agar peraturan menteri yang menetapkan konsorsium tunggal dicabut. Namun, hingga kini, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar sama sekali belum bertindak.
MARTHA THERTINA