"Sikap kami menolak SI MPR. Tapi, kami juga bersiap menghadapi kemungkinan terburuk. Kalau Gus Dur benar dijatuhkan, betapa chaos akan pecah. Antar kekuatan rakyat saling bertikai. Dan, Aliansi Rakyat Jawa Timur berusaha mencegah konflik mengerikan itu," ujar Fitra Djaya, Koordinator Aliansi Rakyat Jawa Timur, Senin (1/7).
Selain menolak SI MPR, Aliansi Rakyat Jawa Timur juga mendesak Presiden Abdurrahman Wahid untuk membekukan Golkar, membersihkan lembaga-lembaga negara dari eks-Orde Baru, juga mengadili penjahat negara. Pernyataan sikap yang merupakan hasil Kongres Rakyat Jawa Timur itu, pekan ini rencananya diserahkan ke Presiden Abdurrahman Wahid. "Sedang ke parlemen, sekadar pemberitahuan," ujar Fitra
Dalam pengorganisasian gerakan, Aliansi Rakyat Jawa Timur terbagi dalam dua level: Pokja Jawa Timur yang mengkoordinasi di tingkat provinsi dan Forum Rakyat di kotamadya dan kabupaten se-Jawa Timur. "Jadi, mulai saat ini, dibentuk Forum Rakyat Kediri, Forum Rakyat Situbondo dsb, yang mewadahi seluruh elemen Aliansi Rakyat Jawa Timur di tingkat kabupaten/kota," ujar Fitra.
Informasi yang dihimpun Tempo menyebutkan, aliansi itu merupakan tindaklanjut terhadap Kongres Rakyat Jawa Timur. Seluruh peserta diundang kembali ke Surabaya untuk menetapkan jaringan organ-organ diantara mereka. Program jangka pendeknya adalah melakukan konsolidasi kekuatan rakyat secara terus menerus, terutama untuk menyikapi rencana SI MPR.
Beredar kabar pada akhir Juli atau menjelang SI MPR, Aliansi Rakyat Jawa Timur akan menggelar demo besar-besaran seperti pada pasca memorandum I DPR, 7 Februari lalu. Waktu itu, kantor Golkar Jawa Timur dibakar massa.
Lantas, di manakah posisi pendukung Gus Dur? Ternyata, diantaranya bergabung dengan Aliansi Rakyat Jawa Timur. Saat deklarasi, diantaranya terlihat Wiro Sugiman yang dikenal sebagai mantan penggerak Front Pembela Kebenaran (FPK). Juga sejumlah pengurus GP Ansor Jawa Timur dan anak-anak muda aktivis NU.
Terbentuknya Aliansi Rakyat Jawa Timur menegaskan perlawanan terhadap skenario SI MPR yang berniat menjatuhkan Presiden Wahid, tidak saja datang dari warga NU, tetapi juga organ-organ pro-demokrasi lain di Surabaya yang mempunyai basis massa. Diantaranya, Arek-arek Suroboyo Pro-Reformasi (ASPR) yang mengorganisir massa rakyat di Surabaya ketika berlangsung perlawanan menumbangkan rezim Soeharto, Mei 1998 lalu. Pada saat itu, ASPR bergandeng tangan dengan Arek-arek Pro-Reformasi (APR) yang mempunyai basis massa di belasan kampus di Surabaya.
Fitra Djaya sendiri, yang ketika itu masih mahasiswa, tercatat sebagai aktivis APR/ASPR. Kini, jaringan kekuatan kampus APR tidak lagi sekuat dulu. "Dalam waktu cepat, kita akan lakukan konsolidasi kembali," ujar Fitra. Aliansi Rakyat Jawa Timur merasa harus berpacu dengan waktu. Kesempatan mereka untuk merespon SI MPR tinggal 3 minggu lalu. Anggota jaringan ini terbilang heterogen. Selain warga NU, juga terdapat aktivis mahasiswa, tokoh buruh, organisasi perempuan, nelayan, petani, wadah masyarakat pinggiran serta sejumlah partai-partai politik. (Adi Sutarwijono)