TEMPO Interaktif, Jakarta - Hakim Syarifuddin Umar terlihat tenang ketika ditangkap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu malam, 1 Juni 2011 di rumahnya di Jalan Sunter Agung Tengah 5 Nomor C26 RT 09/16 Sunter Agung, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Lelaki asal Parapare itu hanya hanya duduk mengamati para penyidik menghitung bergepok-gepok uang di lantai ruang tamu rumahnya.
"Saya lihat dia tenang sekali. Wajahnya tidak tegang, tapi tatapan matanya menerawang," kata Sobby Sitompul, Ketua Komisi A Dewan Kelurahan Sunter Agung, Jumat, 3 Juni 2011. Sobbhy diminta menjadi saksi oleh penyidik KPK saat menangkap Syarifuddin.
Menurut Sobby, Syarifuddin hanya memakai kaos singlet warna hitam dan tak pernah putus merokok. Penyidik KPK, kata Sobby, mendatangi rumah Syarifuddin sekitar pukul 21.00 WIB. Mereka datang naik sekitar delapan mobil. Dua dari penyidik itu mendatangi rumah Sobby yang hanya beberapa meter letaknya dari rumah Syarifuddin. Mereka memintanya menjadi saksi penangkapan dan penggeledahan.
Ketika sampai di rumah Syarifuddin, sejumlah penyidik tengah menghitung sejumlah uang dalam pecahan rupiah dan dollar. Saat itu, kata Sobby, Syarifuddin duduk di salah satu kursi di ruangan tersebut. Ia hanya mengenakan kaos singlet hitam dan celana panjang. "Wajahnya datar, terlihat tegang, dan terus merokok," kata Sobby.
Saat penangkapan terjadi, menurut Sobby, ada istri dan putri Syarifuddin. Istrinya berbaring sambil tak henti menangis di kamar, sementara putrinya terlihat sedih. Seorang penyidik sempat memberikan keterangan kepada putri Syarifuddin. "Putrinya hanya manggut-manggut saja lalu menangis," kata Sobby.
Selama proses penghitungan gepokan uang, Syarifuddin sempat meminta izin ke toilet. Namun, dilarang penyidik KPK. Dia baru diperkenankan buang air setelah dikawal penyidik.
Sobby mengaku tak begitu dekat dengan Syarifuddin. Dia bahkan baru tahu nama Syarifuddin dari penyidik KPK. Biasanya, kata Sobby, setiap kali ketemu, Syarifuddin hanya menyapa, "Hallo, Bos."
Sehari-hari, Syarifuddin tinggal bersama supirnya yang bernama Didi. Istri dan anaknya tinggal di Makassar dan hanya datang ke Jakarta, dua pekan sekali. "Saat ditangkap kalau tidak salah istri dan putrinya juga baru datang dari Makassar," kata Sobby.
Saat ini rumah Syarifuddin terlihat sepi. Di halaman rumah bercat kuning gading itu terdapat kolam ikan. Langit-langit teras dan kusen bagian atap rumah terlihat lapuk. Di teras rumah ada dua sangkar burung yang berisi ayam. Di sisi kanan terparkir mobil Innova hitam B 218S RF dan sepeda motor Jupiter Z B6672U EY. Pintu rumah digembok dari luar dan jendelanya diteralis besi. "Itu rumah dinas," kata Sobby.
Sehari setelah penangkapan, KPK menetapkan Syarifuddin Umar sebagai tersangka kasus penyuapan hakim. Dari rumahnya, penyidik menyita uang tunai Rp 392 juta, US$ 116.128, Sin$ 245 ribu, serta belasan ribu uang Kamboja dan Thailand. KPK juga menangkap kurator kasus tersebut, Puguh Wirawan, di Pancoran, Jakarta Selatan. Syarifuddin ditahan di Rumah Tahanan Cipinang, sedangkan Puguh dititipkan di tahanan Kepolisian Daerah Metro Jaya.
Menurut juru bicara KPK, Johan Budi, Syarifuddin dan Puguh menjadi tersangka perkara penyitaan aset (boedel) pailit perusahaan garmen PT SCI. Syarifuddin diketahui mengeluarkan izin untuk penjualan aset dua bidang tanah di Bekasi senilai Rp 16 miliar dan Rp 19 miliar. Aset yang masuk putusan boedel pailit pada 2007 itu akan dijadikan non-boedel. "Dan itu harus atas seizin hakim pengawas Syarifuddin Umar," kata Johan. "Penyerahan suap tersebut kami duga dalam rangka itu."
DWI RIYANTO AGUSTIAR