TEMPO Interaktif, Palu - Sepekan belakangan ini, pemadaman listrik bergilir di Kota Palu, Sulawesi Tengah, kembali terjadi. Interval waktu padam tujuh jam dalam sehari. Pada 2010 lalu, pemadaman listrik di Kota Palu adalah yang paling ekstrem: delapan jam padam, tiga jam hidup.
Pemadaman ini dikeluhkan banyak pihak. Pengusaha air minum isi ulang, Geis, 35 tahun, mengatakan pihaknya tak bisa menjual air mineral karena tak ada listrik. "Saya dikomplain pelanggan karena tak mengantar pesanan. Bagaimana bisa? Stok saja tak ada," katanya, Kamis , 12 Mei 2011.
Keluhan lain yang juga dirasakandin Rifki. Ia terpaksa harus menempuh perjalanan sekitar enam kilometer untuk bisa mengambil uang di mesin ATM. Mesin pengambilan uang di dekat rumahnya tidak bisa beroperasi akibat pemadaman listrik. "Kalau kondisi seperti ini terus terjadi, kita akan menghabiskan waktu percuma," katanya.
Pemadaman listrik bergilir di Kota Palu sudah berlangsung sejak pekan lalu. Akan tetapi, pemadaman saat ini adalah yang terparah karena berlangsung hingga tujuh jam selama satu hari. "Mati lampu selama dua jam saja sudah parah. Ini sudah tujuh jam," kata Rifki kesal.
Humas PLN Cabang Palu, Petrus Walasary, mengatakan pemadaman listrik di wilayahnya disebabkan pasokan daya dari PLTU berkurang, yakni dari 24 megawatt menjadi 18 megawatt per hari.
Berkurangnya daya itu dikarenakan menipisnya batu bara sebagai bahan bakar utama di PLTU Palu. "Dalam waktu dua hari ini mudah-mudahan tidak terjadi pemadaman karena batu bara akan segera tiba di Palu," kata Petrus.
Permasalahan krisis listrik di Palu sebenarnya sudah berakhir sejak setahun lalu sejak PLTU Palu beroperasi secara normal dengan pasokan batu bara yang berlangsung normal.
Selain itu, mesin berdaya delapan megawatt juga sudah disewa untuk mengatasi krisis listrik. "Kalau mesin rusak atau batu bara kurang berarti kita harus sabar jika terjadi pemadaman lagi sambil menunggu perbaikan," kata Petrus.
DARLIS