"Dokumen dari pengacara Antasari yang saat itu dikirim ke kami lumayan tebal, 550 halaman. Kami butuh waktu untuk mempelajari, karena dokumen itu bukan novel yang bisa habis sekali baca," kata Busyro seusai menutup acara "Lokakarya Antikorupsi, Penulisan Laporan Investigasi untuk Jurnalis" kerja sama Biro Humas KPK dan Aliansi Jurnalis Independen di Surabaya Plasa Hotel, Rabu petang, 20 April 2011.
Menurut Busyro, menyikapi pengaduan itu dirinya telah membentuk tim. Namun hingga masa jabatannya habis Komisi Yudisial belum menyimpulkan materi pengaduan itu. "Kami belum sampai pada substansi karena keburu (masa jabatan) habis," ujar Busyro.
Busyro mengapresiasi langkah anggota Komisi Yudisial penerusnya yang memproses pengaduan itu. Menurut dia, apa yang dilakukan Komisi Yudisial sekarang ini semata-mata didasarkan pada kode etik dan bukan mencampuri putusan majelis hakim. "Saya mengapresiasi langkah Komisi Yudisial karena mereka memang punya kewenangan," imbuh Busyro.
Bosyro tidak sependapat dengan Ketua Mahkamah Agung Harifin Tumpa yang menganggap Komisi Yudisial telah mencampuri putusan hakim. Menurut dia, dalam rangka menegakkan hukum seorang hakim harus menguasai hukum acara, yang antara lain berupa hukum pembuktian.
Hukum pembuktian, kata Busyro, artinya apapun bukti-bukti yang diajukan dalam persidangan harus dipertimbangkan. Pertimbangan itu juga harus terbaca dengan jelas di dalam putusan hakim. Bila ada bukti-bukti termasuk kesaksian ahli yang tidak dipertimbangkan, menurut Busyro, sama artinya hakim telah mengabaikan fakta. "Ketika ada fakta diabaikan berarti melanggar kode etik," kata Busyro.
KUKUH S WIBOWO