Sekitar 100 aparat Kepolisian Resor Sidoarjo dan Satuan Polisi Pamong Praja diturunkan untuk mengamankan jalannya eksekusi.
Salah seorang pemilik tanah, Nur Salam, memprotes pelaksanaan eksekusi. "Negara merampas hak warga," katanya.
Menurut Nur Salam, Panitia Pembebasan Tanah Kabupaten Sidoarjo bertindak diskriminatif. Harga tanahnya jauh lebih murah dibandingkan harga tanah warga lainnya.
Tanah milik Nur Salam dipatok harga Rp 850 ribu per meter persegi, sedangkan tanah milik warga lainnya Rp 2,2 juta hingga Rp 2,5 juta per meter persegi.
Nur Salam menuntut agar Panitia Pembebasan Tanah kembali melakukan negosiasi agar harga tanah miliknya sama dengan harga tanah milik warga lainnya.
Namun, upaya Nur Salam sia-sia. Petugas eksekusi Pengadilan Negeri Sidoarjo tetap menjalankan tugasnya. Aparat Polres dan Satpol PP melakukan penjagaan secara ketat.
Tanah milik Nur Salam dan tiga warga lainnya terdiri dari 15 bidang. Tanah mereka adalah bagian dari tanah yang harus dibebaskan untuk pembangunan jalan tol Surabaya – Mpjpkerto (Tol Sumo).
Karena empat warga tersebut tetap bertahan, Panitia Pembebasan Tanah Kabupaten Sidoarjo mengambil langkah konsinyasi dengan menitipkan uang ganti rugi senilai Rp 250 juta di Pengadilan Negeri setempat.
Masa konsinyasi adalah empat bulan sejak Desember 2010. Meski telah sampai tenggat waktu, warga tetap menolak tanah mereka dibebaskan, sehingga dilakukan eksekusi.
Direktur PT Marga Nuyasumo Agung, Kamil Rusnandar, mengatakan dengan selesainya pelaksanaan eksekusi pembebasan tanah tersebut, pekerjaan jalan tol tersebut segera bisa dilanjutkan. ”Pengerjaannya kami percepat,” ujarnya.
Jalan Tol Sumo memilik panjang 36,27 kilometer. Jalan melintasi 32 desa di sembilan kecamatan di Surabaya, Sidoarjo, Gresik dan Mojokerto.
Jalan tol yang menggunakan lahan seluas 307 hektare itu menyedot anggaran Rp 3 triliun.
Pembngunan Jalan Tol Sumo untuk mengatasi kepadatan arus lalu lintas Surabaya-Mojokerto.
Proyek Jalan Tol Sumo merupakan rangkaian jalan tol trans Jawa yang dicanangkan sejak tahun 1996. Namun, proyek terhenti saat krisis moneter tahun 1997. EKO WIDIANTO.