Dalam kasus tersebut, perbuatan terdakwa dianggap tidak memenuhi unsur tindak pidana pornografi sesuai dengan Undang-undang Pornografi, serta telah terjadi kesalahan dalam proses hukum.
"Kami berpendapat telah terjadi pelanggaran HAM, karena orang yang kami anggap jadi korban secara tidak tepat terkena Undang-undang Pornografi," ujar Yeni Rosa, dari Jaringan Perempuan dan HAM untuk Keadilan, di kantor Komnas HAM, Jumat (4/1).
Menurutnya, berdasarkan Undang-undang Pornografi pasal 1V, yang termasuk dalam pelanggaran pidana pornografi adalah pihak-pihak yang menyebarkan material pornografi kepada masyarakat, memperbanyak serta menyediakannya di warung internet sehingga masyarakat bisa mengaksesnya.
“Merekalah yang bertanggung jawab dalam penyebaran pornografi," ujarnya. Orang yang membuat (video porno) untuk konsumsi sendiri, kata dia, itu bukan merupakan tindak pidana pornografi.
Karena itu, Yeni menilai, keberadaan Undang-undang pornografi ini telah menjerat korban. Ariel, Luna Maya serta Cut Tari yang sedianya menjadi korban pornografi, kata dia, malah dianggap sebagai pelaku tindak pidana pornografi.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komnas HAM, M Ridha Saleh, menyatakan, hingga saat ini lembaganya belum bisa melakukan tindakan apapun untuk menyikapi pengaduan Luna Maya ke Komnas HAM. "Kami baru menerima laporannya," ujarnya.
Namun, kata dia, berdasarkan pengaduan yang diajukan Luna Maya, sedikitnya ada tiga poin yang menjadi catatannya. Pertama dalam kasus tersebut telah ada penyimpangan, namun negara justru tidak melindunginya. Kedua, ada hak privasi seseorang yang sudah terlampau jauh dilanggar. Ketiga telah terjadi diskriminasi sosiologis terhadap korban. "Nanti akan kami tindaklajuti, harus ada diskusi khusus," ujarnya.
JAYADI SUPRIADIN