Menurut Fasli, daerah yang diutamakan meliputi sepanjang sisi barat Pulau Sumatera, bagian selatan Pulau Jawa hingga Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, serta Papua. “Akan ada analisa lebih dalam dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana,” kata Fasli saat dihubungi Tempo kemarin.
Fasli menerangkan, dana Rp 10 triliun dari anggaran pendapatan dan belanja negara tersebut menyebar dalam dana alokasi khusus ke kota dan kabupaten, anggaran Badan Nasional Penanggulangan Bencana, dan anggaran beberapa kementerian. Di Kementerian Pendidikan Nasional, misalnya, ada dana cadangan sekitar Rp 1 triliun.
Kementerian, bersama konsorsium 52 lembaga pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan badan internasional, sedang mengembangkan berbagai modul untuk melatih guru dan bahan belajar di sekolah. Pengetahuan tentang berbagai bencana alam akan disampaikan oleh para guru di kelas dan oleh para pembina kelompok ekstrakurikuler siswa.
Ketua Keluarga Peduli Pendidikan Yanti Sriyulianti mengatakan, dari 268 ribu sekolah di Indonesia, 75 persen (sekitar 200 ribu) di antaranya berada di daerah berisiko gempa, tsunami, dan gunung api. Setelah renovasi, kata Yanti, kalau ada gempa, “Paling tidak bangunan sekolah itu tidak roboh sampai goyangan kelima.”
Senior Disaster Management Adviser Bank Dunia, Iwan Gunawan, mengatakan bangunan sekolah pemerintah yang akan diperbaiki adalah sekolah dasar, sekolah menengah pertama, serta madrasah dan sederajat. Sekolah tingkat itu berjumlah 80 persen dari 200 ribu lebih sekolah negeri yang kondisinya rusak berat.
Selaku konsultan dari Bank Dunia, Iwan merekomendasikan agar pemerintah memperbaiki sekolah secara bertahap dan mengutamakan 30 persen sekolah yang sangat tinggi tingkat kerawanannya. “Agar program berjalan dan biayanya tidak terasa berat,” kata Iwan.
ANWAR SISWADI