TEMPO Interaktif, Surakarta - Pergantian tahun penanggalan Jawa di Pura Mangkunegaran Surakarta diperingati dengan cukup meriah, Senin malam (06/12). Ribuan masyarakat mengikuti prosesi kirab pusaka yang dibawa mengelilingi benteng Pura Mangkunegaran. Mereka juga sempat berebut air kembang saat kirab pusaka dimulai.
Sebelum prosesi dimulai, pusaka yang akan dikirab diletakkan di sebuah meja yang berada di depan pendapa Pura Mangkunegaran. Pusaka tersebut dijaga oleh puluhan pasukan keraton bersenjata tombak. Selain pusaka, terdapat sebuah bejana dari kuningan yang berisi air kembang.
Prosesi kirab pusaka dalam menyambut pergantian tahun itu dilepas langsung oleh Mangkunegara IX. Peserta kirab yang dimulai selepas waktu Isya itu adalah para abdi dalem dan sentana dalem, dengan diiringi oleh pasukan berpakaian lurik.
Iring-iringan kirab tersebut membawa lima buah pusaka. Empat pusaka berwujud tombak yang dibungkus dengan kain berwarna kuning. Sedangkan satu pusaka peninggalan Mangkunegara I ditandu dengan sebuah kotak kayu yang dinamakan joli.
Saat kirab diberangkatkan, beberapa petugas memasukkan air yang ada di dalam bejana ke empat buah drum, yang sebelumnya juga telah berisi air. Keriuhan pun dimulai. Ratusan pengunjung merangsek maju untuk berebut air. Pengunjung saling sikut dan saling desak untuk mendekati drum. Mereka berebut untuk membasuh muka dengan air yang dianggap bertuah tersebut. Beberapa pengunjung memasukkan air kembang itu ke dalam botol untuk dibawa pulang.
Salah seorang pengunjung, Sutarmi, mengaku jauh-jauh datang dari Sragen untuk memperoleh air tersebut. "Bisa membawa keselamatan dan membuat awet muda," kata wanita yang mengaku jarang sakit lantaran tiap tahun mengikuti ritual tersebut.
Tahun-tahun sebelumnya, usai mengikuti ritual di Mangkunegaran, Sutarmi mengaku meneruskan perjalanan ke Keraton Kasunanan Surakarta yang menyelenggarakan ritual sejenis saat tengah malam. Namun malam itu Sutarmi sedikit kecewa. "Ternyata yang di Keraton Kasunanan diundur sehari," kata dia. Perbedaan pelaksanaan tersebut disebabkan oleh perbedaan penanggalan yang digunakan.
Sekretaris Panitia Kirab Pusaka Mangkunegaran, Supriyanto Waluyo, mengatakan prosesi kirab tersebut diselenggarakan untuk menyamput Tahun Baru Jawa. Kegiatan tersebut diselenggarakan selepas Isya lantaran penanggalan Jawa menggunakan penghitungan peredaran bulan, mirip dengan penanggalan Hijriyah. "Pergantian tahun terjadi saat matahari terbenam," ujarnya.
Supriyanto mengakui adanya perbedaan pelaksanaan prosesi kirab antara Pura Mangkunegaran dengan Keraton Kasunanan Surakarta, khususnya keraton yang dipimpin oleh Paku Buwana XIII Hangabehi. "Kami menggunakan penanggalan resmi pemerintah," kata dia. Sedangkan Keraton Kasunanan Surakarta menggunakan penanggalan yang disusun oleh salah satu raja Mataram, Sultan Agung Hanyokrokusumo.
Bersamaan dengan kirab Mangkunegaran, Keraton Surakarta pimpinan Paku Buwana XIII Tedjowulan juga menyelenggarakan peringatan pergantian tahun. Hanya saja, peringatan dilakukan dengan cara yang lebih sederhana. "Kami hanya menyelenggarakan kenduri dengan tumpeng," kata juru bicara Paku Buwana XIII Tedjowulan, Bambang Pradotonagoro saat dihubungi.
AHMAD RAFIQ