TEMPO Interaktif, Majalaya - Persatuan Pengusaha Tekstil Majalaya (PPTM) mengeluhkan kenaikan harga kapas yang berimbas pada naiknya harga benang untuk bahan produksi. “Kenaikannya sangat luar biasa, mencapai 100 persen,” kata Ketua 2 PPTM, Deden Surega, kepada Tempo, Selasa (23/11).
Deden mengatakan, akibat naiknya harga kapas yang sekarang mencapai US$ 1,3 per kilogram, mengakibatkan harga benang seperti jenis katun mengalami kenaikan yang mencolok. Benang cotton ukuran 30 x naik dari Rp 5 juta per bal menjadi Rp 10 juta per bal, “ini mengakibatkan barang menjadi langka, dan kami selaku pengusaha ketar-ketir,” katanya.
Selain benang jenis cotton, kenaikan juga terjadi pada benang jenis polyester, benang polyester yang pada posisi normal harganya Rp 17.000 per kilogram, sekarang naik menjadi Rp 22.000 hingga Rp 23.000 per kilogram. “Kami butuh kejelasan, apakah ini harga puncak atau masih akan terus merangkak naik,” ujar Deden.
Dikatakan Deden, kenaikan tersebut sudah terjadi sejak bulan Juli, namun kenaikan yang sangat mencolok baru dirasakan pada bulan November. “Kenaikannya sungguh keterlaluan,” katanya.
Menurut Deden, banyak pengusaha di Majalaya mengalami kerugian akibat kenaikan tersebut, para pengusaha di Majalaya, kata Deden, harus mengurangi jumlah produksi mereka. “Pengurangan produksi mencapai 20 persen,” ujarnya.
Bahkan kata Deden, ada beberapa perusahaan yang mengurangi jumlah karyawannya. “Kalau kenaikan ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin pengusaha akan melakukan pengurangan karyawan besar-besaran,” paparnya.
Deden mengharapkan pemerintah dapat segera bertindak untuk mengantisipasi dampak dari terus merangkaknya harga kapas. “Jangan terus dibiarkan pasar ini menjadi liar, harus ada kepastian harga. Atau untuk jangka panjang, dicarikan alternatif lain agar kita tidak tergantung kepada kapas,” katanya.
ANGGA SUKMA WIJAYA