Aksi dilakukan dengan menyalakan seribu lilin, serta pembacaan doa, yang kemudian diikuti orasi dari masing-masing perwakilan organisasi. Mereka mendesak pengusutan kasus penusukkan pendeta, dan penyerangan jemaat Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) di Bekasi pekan lalu. "Pemerintah harus mengusut tuntas kasus itu. Kalau tidak berarti pemerintah anti demokrasi," kata Toyik, koordinator aksi.
Aksi ini diikuti perwakilan dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Muda-mudi Kristen Indonesia (Mudki), organisasi buruh, dan perwakilan organisasi keagamaan Nahdhatul Ulama (NU), perwakilan gereja, pendeta, dan kiyai. Aksi berlangsung selama satu jam, dimulai pukul 19.00 WIB hingga pukul 18.00 WIB.
Simon Filantropha, Dewan Penasihat Persekutuan Gereja Wilayah Jawa Timur, usai aksi menyatakan keprihatinanya atas kasus itu. Ia menganggap peritiwa itu sebagai kasus kriminal, yang butuh ketegasan hukum. Pemerintah, kata dia, harus melindungi ibadah setiap ummat beragama, dan menindak pelaku-pelaku kekerasan."Pelaku kekerasan itu harus dihukum," kata dia.
Aksi damai ini sempat diwarnai kericuhan kecil. Polisi menghentikan orasi dari salah satu peserta karena dianggap tak sesuai dengan surat izin ke kepolisian resor setempat. Dalam surat, aksi dilakukan damai dengan menyalakan ribuan lilin. Tujuanya adalah aksi solidaritas peristiwa kekerasan jemaat HKBP.
"Tapi kenyataanya ada orasi yang melenceng, tidak susai izin," kata seorang anggota polisi. Dalam orasi itu, seorang anggota menuding resim pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono dan Budiono anti demokrasi, anti rakyat miskin, dan anti demokrasi.
Baca Juga:
MUHAMMAD TAUFIK