Pada kasus itu Andri dinyatakan terbukti melanggar Pasal 81 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan karena menyimpan dokumen wajib pajak dan dokumen perpajakan lainnya dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying dan Bandung Cicadas pada 2006 hingga 2009. Dokumen itu ditemukan tim Sub Direktorat Investigasi Internal Direktorat Pajak dari mobil milik Andri dan rumahnya di Jalan Terusan Kiaracondong awal April lalu.
Dalam pertimbangannya, hakim menyebutkan pertimbangan yang memberatkan terdakwa dalam kasus itu karena tidak menunjukkan penyesalan atas perbuatannya. Satu-satunya pertimbangan yang meringankan hanyalah Andri tidak pernah terlibat perkara hukum sebelumnya. Andri juga divonis harus membayar biaya perkara Rp 5 ribu.
Jaksa penuntut umum pikir-pikir atas putusan hakim itu. Sementara Andri langsung menyatakan banding atas putusan itu. “Saya akan langsung menyatakan banding,” katanya menjawab pertanyaan hakim yang menanyainya atas putusan yang dijatuhkan itu dalam persidangan.
Andri yang berbaju batik di balik rompi tahanan warna merah, langsung dipeluk oleh istrinya, Sri Suryani yang sudah menangis sesenggukan mendengar hakim membacakan putusan itu. Pada wartawan usai persidangan dia mengatakan, vonis yang dijatuhkan hakim tidak adil karena ada tahapan yang tidak dilalui dalam persidangan itu.
Menurutnya, hakim tidak melalui tahapan persidangan yang di atur dalam KUHP, yakni pengadilan tidak menghadirkan saksi yang namanya tercantum dalam berkas perkara itu. “Ada sesuatu yang besar di sana, entah siapa yang takut kalau saya ada di luar,” kata Andri.
Kuasa hukumnya, Saim Aksinuddin mengatakan, seluruhnya ada 31 saksi, termasuk terdakwa yang tercantum dalam berkas perkara itu. Dia mengaku sudah mengajukan permohonan untuk menghadirkan para saksi tersebut. “Hakim langsung menolak pada saat itu,” katanya.
Andri mengatakan, hakim tidak mempertimbangkan, alasannya menyimpan dokumen perpajakan itu. Dia beralasan, dokumen yang disimpannya itu berkaitan dengan inovasi yang dilakukannya yang membuat pendapatan pajak di tempatnya bekerja di KPP Pratama Cicadas pada 2009 naik sampai 230 persen dibanding setahun sebelumnya.
Dia mengklaim, hasil kerjanya yang membuat pendapatan pajak dari PBB dan BPHTB naik. Pada 2008 tercatat pendapatan PBB 24 miliar dan BPHTB Rp 25,499 miliar dan tahun 2009 tercatat PBB Rp 36 miliar dan BPHTB Rp 60,7 miliar. “Saya bikin sesuatu yang membuat orang gak bisa lari dari maslah PBB dan BPHTB, dan itu larinya ke sekitar jualbeil tanah dan bangunan, mereka gak bisa lagi main-main masalah NJOP dengan saya di situ,” kata Andri.
Andri menjelaskan, yang dilakukannya dengan menyimpan dokumen perpajakan itu mencari data jual beli dan sertifikat gambarnya. Gambar-gambar itu dikumpulkannya dan dicocokkan dengan citra foto udara lokasinya. Dengan mencocokkan gambar itu tidak ada lagi yang bisa menyembunyikannya. “Kalau mas punya tanah 1.000 meter mau diumpetin ke mana dengan saya dapat ini (tinggal dicocokan, selama ini tersembunyi,” katanya.
Dia mencontohkan kasus di salah satu kelurahan di Bandung. Dalam laporan pajak sebelumnya tercatat NJOP hanya Rp 243 ribu per meter. Dengan “inovasi” itu NJOP yang punya tanah itu ternyata Rp 1 juta. “Ini sudah ditagihkan, dan ini hasil pembayaran,” kata Andri.
Dia mengklaim caranya ini digunakan oleh Kanwil Drektorat Jenderal Pajak Jabar II. Dia menunjukkan catatannya, pajak yang berasal dari PBB dan BPHTB terdongkrak naik Rp 200 miliar di tahun 2009 dibandingkan setahun sebelumnya. Di tahun 2008 PBB Rp 808 miilar dan BPHTB Rp 318,8 miliar dan di tahun 2009 melonjak menjadi PBB Rp 995,4 miliar dan BPHTB Rp 523,1 miliar. “Sudah dibayar, sudah masuk ke kas negara, bisa di cek ke Pemda Kota Bandung, berapa BPHTB mereka,” katanya.
Dia menuding, ada sejumlah pihak yang tersenggol gara-gara inovasinya ini. “Ada sesuatu yang besar, apa itu, ini akan saya ungkap terus,” kata Andri.
AHMAD FIKRI