TEMPO Interaktif, JEMBER - Ketua Paguyuban Petani Tebu Rakyat (PPTR) Jember, Mohammad Ali Fikri, mengatakan luas lahan perkebunan tebu rakyat di Kabupaten Jember, Jawa Timur, setiap tahun terus menyusut. Penyusutan disebabkan kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada petani tebu.
Menurut Ali Fikri, di antara kebijakan pemerintah yang tidak memihak petani tebu adalah penetapan harga dasar gula, yakni Rp 6.550 per kilogram, sedangkan harga di pasaran bisa mencapai Rp 9.000 per kilogram. Selain tidak memperhitungkan biaya produksi yang harus dikeluarkan petani, harga dasar gula tersebut hanya menguntungkan investor.
"Meskipun harga gula terus naik, tapi petani tebu tetap menjadi pihak yang dirugikan, karena yang diuntungkan, ya, pedangang," ujarnya, Senin (14/6).
Data PPTR Jember menyebutkan, pada tahun 2008 luas lahan tebu rakyat mencapai 7.638
hektare, tapi tahun 2009 berkurang menjadi 6.058 hektare. Bahkan tahun 2010 ini hanya 4.400 hektare. “Petani tebu beralih menanam tanaman lain yang lebih menguntungkan, seperti palawija, padi, jeruk dan tembakau," tuturnya pula.
Kepala Bidang Budidaya Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Jember Masykur, mengakui terjadinya penyusutan lahan tebu rakyat. Dia juga tidak menampik para petani tebu beralih ke tanaman lain yang lebih menguntungkan.
Namun data Dishutbun sedikit berbeda dengan data PPTR. Pada tahun 2009 luas lahan tebu rakyat masih mencapai 9.000 hingga 11.000 hektare. Sedangkan pada tahun 2010 menyusut menjadi 6.000 hingga 7.000 hektare. "Tahun 2010 belum kami lakukan pendataan,” ucapnya. MAHBUB DJUNAIDY.