Kepala Bidang Kesehatan Keluarga Dinas Kesehatan Kabupaten Probolinggo Mansur menjelaskan, penyebab kematian terbanyak adalah akibat pendarahan. Kemudian karena keracunan kehamilan serta infeksi. “Terjadi kematian karena proses penanganan oleh dukun bayi yang tidak sesuai prosedur medis,” katanya, Kamis (11/2).
Menurut dia, terdapat sejumlah kelemahan penanganan persalinan oleh dukun bayi. Di antaranya, karena keterbatasan pengetahuan terjadi keterlambatan mendeteksi atau mengambil keputusan. Selain itu masalah transportasi antara rumah yang akan bersalin dengan tempat dukun bayi yang jauh sehingga menjadi kendala dalam penanganan persalinan.
Dinas Kesehatan tetap menghargai peran dukun bayi sehingga perlu terus dilakukan kemitraan. Dalam pola kemitraan itu dukun bayi diberi peran untuk mengantarkan atau merujuk ibu hamil ke rumah sakit atau Puskesmas, atau setidaknya memanggilkan bidan untuk menangani kelahiran bayi. Dengan demikian para dukun bayi tetap memperoleh penghasilan dari jasanya. “Peran dukun bayi tidak mungkin secara langsung dihilangkan. Akibat pengaruh budaya masih banyak masyarakay yang percaya pada dukun bayi,” kata Mansyur pula.
Dukun bayi pun masih bisa dilibatkan untuk merawat bayi paska persalinan. Namun, pola kemitraan semacam ini belum difahami oleh seluruh dukun bayi.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Probolinggo, jumlah dukun bayi di daerah itu 670 orang, sednagkan jumlah bidan 330 orang.
Sementara itu, angka kelahiran di daerah itu pada tahun 2009 lalu sebanyak 18.849 lahir hidup. Sedangkan lahir mati sebanyak 116 kejadian. Jumlah ibu hamil tahun 2009 sebanyak 20.330 orang dengan angka keguguran 532 kasus. Adapun kematian ibu pada saat proses persalinan tercatat sebanyak 18 kasus. Sebanyak 10 kasus di antaranya meninggal dalam penanganan dukun bayi.
Meski cukup tinggi, angka kematian ibu melahirkan di Kabupaten Probolinggo masih cukup rendah dibandingkan dengan angka nasional yang mencapai 125 kasus per 100.000 kelahiran hidup. DAVID PRIYASIDHARTA.