Berbicara pada konferensi nasional peningkatan partisipasi perempuan di Jakarta hari ini, Abdillah menilai kesetaraan gender dalam peluang politik di Indonesia lebih baik dibandingkan negara-negara barat. Buktinya, kata dia, sampai saat ini di Amerika belum pernah ada presiden wanita, sedangkan di Indonesia saat ini dipimpin oleh seorang wanita.
Peningkatan keterwakilan perempuan dalam politik menjadi perhatian berbagai kalangan. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pasal 65 ayat 1 menyebutkan tiap partai politik harus memperhatikan perwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30 persen untuk calon anggota legislatif.
Sejumlah tokoh partai politik yang hadir dalam acara itu menyatakan komitmen mereka untuk meningkatkan keterwakilan perempuan dalam politik. Ketua Partai Kebangkitan Bangsa Muhammad A.S. Hikam mengatakan, PKB tidak mematok persentasi keterwakilan perempuan untuk calon legislative, namun di setiap tingkat kepengurusan partai ini harus ada keterwakilan perempuan. Jika keterwakilan itu tidak terpenuhi, maka akan ada likuidasi pada dewan pimpinan tersebut.
Slamet Effendi Yusuf, Ketua DPP Partai Golkar, menyatakan sejak awal Golkar sangat memperhatikan keterwakilan perempuan dalam politik. Buktinya, kata dia, Golkar sejak awal pembentukan Rancangan Undang-Undang Pemilu memperjuangkan kuota keterwakilan perempuan 30 persen. Politik itu penuh kekerasan, tapi diperlukan kelembutan dalam politik dengan keterwakilan di dalamnya.
Partai Keadilan Sejahtera juga menyatakan mendukung peningkatan keterwakilan perempuan, apalagi penelitian Universitas Indonesia dan Ohio University mengungkapkan persentase pemilih wanita mencapai 54 persen. Pemilih kaum perempuan terhadap Partai Keadilan pada pemilu 1999 lebih banyak daripada pria, Almuzzammil Yusuf, Ketua Umum Partai Keadilan Sejahtera.
(Fransiska-Tempo News Room)