TEMPO Interaktif, Purwokerto - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Yunus Husein mengatakan tahun ini ada kenaikan cukup signifikan transasksi keuangan yang mencurigakan. Jika tahun lalu hanya 800 transaksi mencurigakan tercium tiap bulannya, tahun ini transakasi tersebut mencapai 2000 transaksi mencurigakan per bulan.
“Total transaksi mencurigakan sejak tahun 2001 hingga September 2009 tercatat ada 41.354 transaksi,” kata Yunus usai menghadiri Dialog Interaktif di Purwokerto.
Yunus mengatakan, tahun ini sedikitnya ada 2.000 laporan transaksi keuangan yang mencurigakan. Jumlah tersebut naik hingga 150 persen dibanding tahun lalu yang tiap bulannya hanya ada sekitar 800 transaksi mencurigakan. “Sedikitnya saat ini ada 67 laporan transaksi keuangan yang mencurigakan,” imbuhnya.
Transaski tersebut, kata Yunus dilakukan dengan berbagai cara. Diantaranya melalui jaringan online perbankan maupun secara offline dengan menggunakan surat-surat berharga lainnya.
Yunus juga mengatakan, dari laporan tersebut sebanyak 1.019 transaksi sudah dilaporkan ke kepolisian dan kejaksaan. “Sementara yang berhasil dipidana sebanyak 25 orang,” terangnya.
Selebiuhnya, lanjut Yunus, dipidana dengan perundang-undangan lain seperti undang-undang tindak pidana korupsi, KUHP dan undang-undang perbankan.
Masih menurut Yunus, kenaikan tersebut disebabkan makin tertibnya lembaga keuangan seperti perbankan. Ia menilai kesadaran bank untuk melapor setiap transaksi yang mencurigakan merupakan hal yang bagus.
Selain itu, regulator seperti Bank Indonesia dan Bapepam juga mulai baik kinerjanya. Termasuk aparat penegak hukum yang selalu meminta bantuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan untuk menelusuri transaksi yang diduga mengandung unsur pidana.
Direktur Pembinaan jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi, Sujanarko mengatakan, perlu ada beberapa perbaikan untuk mengurangi tindak pidana kejahatan keuangan. “Paling tidak ada 69 undang-undang yang saling bertentangan, didalamnya termasuk perundangan yang mengatur tentang rahasia bank dan mutual legal assistance,” katanya.
Sujanarko juga mengatakan, selama ini informasi terkait tindak pidana korupsi paling banyak berawal dari transaksi perbankan. Ia menilai selama ini KPK masih kesulitan mencari informasi tentang transaksi yang dilakukan oleh nasabah bank. “Apalagi kalau transaksi perbankan sudah dilegalisasi notaries,” imbuhnya.
Sedangkan Pejabat Bank Indonesia yang hadir dalam acara itu, Zulkarnain Sitompul mengatakan, bank sangat berpotensi sebagai obyek kajahatan. Menurutnya, BI berperan dalam mengeluarkan regulasi untuk meminimalisir terjadinya transaksi keuangan yang mencurigakan. “Peran BI tidak sampai penyidikan, tapi hanya mengawasi saja,” katanya.
ARIS ANDRIANTO