TEMPO Interaktif, Surabaya - Pemerintah kota Surabaya kurang serius mengawali penerapan peraturan daerah anti rokok. Selain belum banyak ruang khusus merokok, jumlah personel pengawas yang disiapkan di hari pertama penerapan, Kamis (22/10) besok, sangat kecil. “Hanya 30 orang,” kata Pelaksana Tugas Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Arif Budiarto, Rabu (21/10).
Jumlah ini tidak sebanding dengan jumlah tempat yang harus diawasi. Misalnya, di tempat ibadah, sekolah, kampus, rumah sakit, pusat perbelanjaan, gedung perkantoran, serta terminal. Sesuai dengan survei, Lembaga Studi Agama dan Kemasyarakat (CeRCS), ada sebanyak 135 kawasan tanpa dan terbatas rokok di Surabaya.
Untuk mensiasati minimnya personel ini, kata Arif, para personel ini akan terus bergerak, dari satu lokasi ke lokasi lain. Mereka dibagi dalam berbagai tim, dengan masing-masing berjumlah hingga empat orang. “Disebar kemana-mana,” kata dia optimis.
Pengawasan di hari pertama penerapan, lanjut dia, akan difokuskan di empat lokasi saja. Yakni, dua terminal (Joyoboyo dan Oso Wilangun), kantor pemerintah kota Surabaya, dan satu pusat perbelanjaan (Tunjungan Plaza).
Dia mengatakan pemerintah masih memberikan toleransi bagi pelanggar peraturan. Perokok di sembarang tempat, hanya akan ditegur dan diberikan peringatan saja. Menurutnya, cara ini sekaligus menjadi media sosialisasi peraturan anti rokok pada masyarakat. Selama enam bulan lamanya, model sanksi semacam ini akan diterapkan bagi pelanggar. “Tidak langsung sanksi pidana,” kata dia.
Secara ideal, kata dia, pelanggar peraturan akan disidangkan langsung di tempat. Dengan cara ini, hakim dan penuntut akan disiapkan di lokasi. Pelanggar langsung menjalani persidangan di tempat pelanggaran. “Ini lebih efektif,” kata dia.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya Esty Martiana Rachmie menghimbau seluruh pengelolah gedung, baik milik pemerintah maupun swasta, menyediakan ruang khusus merokok. “Meski dalam bentuk sederhana,” kata dia.
Sesuai dengan standar, lanjut dia, ruangan khusus merokok harus dilengkapi dengan alat penghisap asap (air purifier). Namun, lantaran harga alat ini cukup mahal, mencapai Rp 50 juta, pengelolah tak harus membeli alat ini.
Ruangan khusus perokok bisa dibangun di tempat terpisah dengan ruang lainnya. Selain itu, kondisi ventilasi harus memadai, sehingga asap rokok dapat keluar ruangan dan tidak mengganggu penghuni ruangan lain.
Dia membenarkan, di awal penerapan peraturan ini, pemerintah tidak secara kaku mengenakan sanksi bagi pelanggar. “Diperingatkan dulu,” kata dia.
ANANG ZAKARIA