Tempointeraktif, Jakarta - Kalangan Dewan Perwakilan Rakyat mencium sejumlah keganjilan di balik kasus tertangkapnya kapal yang memuat senjata produksi PT Pindad, Bandung, di Filipina dua pekan lalu.
"Kalau Filipina memang memesan, aparatnya tidak akan menangkap kapal itu," kata Wakil Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Yusron Ihza Mahendra di Jakarta kemarin.
Kapal Captain Ufuk berbendera Panama ditahan aparat Filipina ketika sedang berlabuh di lepas pantai Mariveles. Polisi mencurigai adanya penyelundupan senjata karena, setelah diperiksa, ditemukan 10 pistol dan 50 senapan buatan Pindad berjenis SS1-V1, tapi 10 peti lainnya kosong.
Menurut Pindad, mereka mengirim 10 pistol jenis P2 pesanan Persatuan Menembak Filipina dan 100 pucuk senapan jenis SS1-V1 (Senjata Serbu 1-Varian 1) untuk Mali, Afrika.
Pengiriman dilakukan dalam 20 kotak. Pesanan senilai Rp 60 juta dan Rp 800 juta itu, menurut juru bicara Pindad, Timbul Sitompul, telah dilengkapi dokumen. Ia pun mengaku tidak tahu ke mana raibnya 50 senjata SS1 lainnya.
Timbul mengakui, dalam klausul kontrak, negara pembeli senjata Pindad bisa menjualnya kepada pihak ketiga tanpa perlu izin dari Indonesia. "Memang tidak seperti di Amerika, kalau satu negara membeli senjata dan kemudian menjualnya kembali ke negara lain, harus mendapat izin dari Amerika," ujarnya.
Jatuhnya senjata ke pasar gelap inilah yang menjadi kekhawatiran banyak pihak. Menurut Yusron, hal itu seharusnya bisa diminimalisasi bila pemesanan disertai dokumen lengkap. "Pasti ada yang tidak beres, minimal di dokumennya," ujarnya, "kami belum bisa memastikan apakah penjualan senjata itu legal atau ilegal."
Kapten kapal, Bruce Jones, seperti dikutip Manila Bulletin, mengaku pengiriman itu dilengkapi dokumen dan pemuatannya diawasi tentara dan polisi Indonesia. Tapi Jones belakangan meminta perlindungan kepada aparat Filipina karena mendapat ancaman.
Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso memastikan penjualan senjata produksi Pindad tidak melibatkan institusinya. "Filipina membeli ke Pindad tidak melalui TNI," kata Djoko di sela buka puasa bersama di rumah pribadi Ketua DPR, Sabtu lalu. Karena itu, "Soal prosedur jual, tanya ke Menteri Negara BUMN."
Menteri Badan Usaha Milik Negara Sofyan Djalil menandaskan, penjualan itu sesuai dengan prosedur. "BUMN cuma sebagai produsen yang tunduk kepada aturan yang sangat ketat," ujarnya melalui pesan pendek kemarin.
Karena penjualan itu diduga ada keganjilan, Komisi I hari ini memanggil Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Widodo A.S., Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono, Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso, Kepala Polri Jenderal Bambang Hendarso Danuri, Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi, serta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Mohammad Andi Mattalata. "Meski Pindad yang memproduksi dan menjual, seharusnya pemerintah mengetahui penjualan itu, terutama Departemen Pertahanan," kata Yusron.
Cornila | Famega | Titis | Kurniasih | W. Agustina