TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu'ti mengatakan lembaganya masih mengkaji rencana perubahan kurikulum Merdeka Belajar untuk pembelajaran siswa. Ia belum dapat memastikan bahwa Kementerian Pendidikan Dasar akan mengubah atau tetap mempertahankan kurikulum Merdeka Belajar tersebut.
Ia mengatakan ada atau tidaknya kurikulum baru bagi sekolah dasar dan menengah akan terlihat saat tahun ajaran baru 2025-2026 pada tahun depan. Sebab kurikulum tidak dapat diubah pada pertengahan tahun ajaran.
"Jadi perubahan atau tidak adanya (perubahan) akan kami sampaikan di awal tahun pelajaran," kata Abdu Mu’ti di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Jakarta Pusat, Selasa, 5 November 2024.
Kurikulum Merdeka Belajar ditetapkan sebagai kurikulum baru pada awal tahun ini, atau di masa Nadiem Anwar Makarim menjabat Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Kurikulum tersebut mulai diterapkan di sekolah sejak tahun ajaran 2024-2025. Tapi kurikulum ini sudah diujicoba di sejumlah sekolah sejak tahun ajaran sebelumnya.
Kurikulum Merdeka Belajar mencakup tiga tipe kegiatan pembelajaran yaitu, pembelajaran intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler.
Lewat pembelajaran intrakurikuler, peserta didik diharapkan memiliki waktu yang cukup untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensi, serta memberi keleluasaan kepada guru untuk memilih perangkat ajar yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik peserta didik.
Pembelajaran kokurikuler berupa proyek penguatan pada pelajaran Pancasila serta pembelajaran interdisipliner yang berorientasi pada pengembangan karakter dan kompetensi umum. Selanjutnya, pembelajaran ekstrakurikuler dilaksanakan sesuai dengan minat murid/siswa dan sumber daya satuan pendidik.
Ciri yang membedakan kurikulum Merdeka Belajar dengan kurikulum terdahulu di antaranya adalah ujian nasional dan penjurusan di sekolah menengah. Kurikulum Merdeka Belajar menghapus ujian nasional dan meniadakan penjurusan di tingkat sekolah menengah.
Kurikulum Merdeka Belajar ini sesungguhnya mencakup seluruh tingkat satuan pendidikan, mulai dari pendidikan anak usia dini (PAUD) hingga perguruan tinggi. Tapi penerapan kurikulum tersebut di era pemerintahan Prabowo Subianto perlu disesuaikan kembali karena Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi sudah dipecah menjadi tiga kementerian. Yaitu, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah; Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi; serta Kementerian Kabudayaan.
Di samping urusan kurikulum, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi juga menyisakan program yang terus menuai kontrovesi, yaitu sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Menteri Pendidikan Dasar Abdul Mu’ti juga menanggapi soal ini.
Abdul Mu;ti mengatakan Kementerian Pendidikan Dasar masih mengkaji mengenai sistem zonasi dalam PPDB. Ia akan membahas masalah tersebut bersama dinas pendidikan di seluruh provinsi.
Mantan Menteri Pendidikan Nadiem Anwar Makarim berharap kebijakan di masa kepemimpinannya dapat diteruskan di masa pemerintahan Prabowo, di antaranya soal kurikulum Merdeka Belajar.
“Kami sangat berharap kebijakan-kebijakan yang telah berjalan baik dan berdampak positif tetap bisa dilanjutkan pada pemerintahan yang selanjutnya,” kata Nadiem.
Pilihan Editor : Angin Segar SMA tanpa Penjurusan