TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Etik Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi), Asep Saefuddin, mengatakan lembaganya memberi sanksi terhadap lembaga survei Poltracking Indonesia. Sanksi itu berupa larangan Poltracking Indonesia untuk merilis hasil survei di Pilkada Jakarta tanpa seizin dan persetujuan dari Persepi.
“Dewan Etik memberikan sanksi kepada Poltracking Indonesia untuk ke depan tidak diperbolehkan mempublikasikan hasil survei tanpa terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dan pemeriksaan data oleh Dewan Etik, kecuali bila Poltracking Indonesia tidak lagi menjadi anggota Persepi” kata Asep lewat keterangan tertulis, Senin, 4 November 2024. Keterangan tertulis Asep itu juga sudah diunggah di website Persepsi, yaitu persepi.org.
Asep mengatakan sanksi tersebut diberikan setelah Persepi melakukan penyelidikan terhadap hasil sigi Poltracking Indonesia mengenai elektabilitas ketiga pasangan calon gubernur di Pilkada Jakarta. Saat proses penyelidikan, kata dia, Dewan Etik tidak hanya meminta keterangan Poltracking Indonesia, tapi juga Lembaga Survei Indonesia (LSI). Kedua lembaga riset ini melakukan sigi terhadap elektabilitas ketiga pasangan calon di Pilkada Jakarta dalam waktu yang hampir bersamaan. Tapi hasil sigi kedua lembaga berbeda jauh.
Asep mengatakan Poltracking Indonesia dan LSI melakukan metode survei yang sama, tapi hasil sigi kedua lembaga menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik di Pilkada Jakarta. Berdasarkan hasil penyelidikan secara tatap muka dan keterangan tertulis, kata Asep, pelaksanaan survei LSI dinyatakan memenuhi prosedur. Sebaliknya, Dewan Etik menemukan sejumlah kejanggalan dalam pelaksanaan survei Poltracking Indonesia.
Misalnya, Poltracking Indonesia tidak dapat menunjukkan data asli sebanyak 2.000 sampel responden ketika diperiksa tatap muka pada 29 Oktober lalu. Kepada Dewan Etik, Poltracking berdalih bahwa data asli responden telah dihapus dari server karena keterbatasan penyimpanan data.
Saat dimintai keterangan tertulis, Poltracking Indonesia juga disebut tidak melampirkan data mentah yang asli sebanyak 2.000 sampel tersebut. Dalam pemeriksaan lanjutan, kata Asep, Poltracking Indonesia belum bisa menunjukkan raw data asli tersebut karena data itu sudah dihapus dari server.
Selanjutnya, Asep mengatakan, Dewan Etik menerima raw data dari Poltracking Indonesia yang sebelumnya disebut telah terhapus dari server, Ahad lalu. "Dewan Etik lalu membandingkan kedua data tersebut dan ditemukan banyaknya perbedaan," kata Asep dalam keterangan tertulis, Senin, 4 November 2024.
Terhadap perbedaan dua data set itu, Asep berujar pihaknya tidak bisa menilai apakah pelaksanaan survei Poltracking Indonesia sudah sesuai dengan prosedur survei opini publik. Selain itu, Poltracking Indonesia juga tidak dapat menjelaskan ketidaksesuaian antara jumlah sampel valid sebanyak 1.652 dengan 2.000 data sampel yang dirilis ke publik.
Menurut Asep, tidak adanya penjelasan memadai ihwal ketidaksesuaian itu membuat Dewan Etik tak dapat menilai kesahihan data survei Poltracking Indonesia. "Terhadap hal-hal itu, Dewan Etik memberikan sanksi kepada Poltracking Indonesia," katanya.
Asep mengungkapkan, lembaga survei itu tidak diizinkan merilis hasil surveinya tanpa mendapat persetujuan dan pemeriksaan data oleh Dewan Etik Persepo. "Kecuali bila Poltracking Indonesia tidak lagi menjadi anggota Persepi," ujar Asep.
Direktur Program Poltracking Indonesia, Masduri Amrawi, belum menjawab konfirmasi Tempo mengenai sanksi dari Persepi tersebut.
Beda Hasil Survei Dua Lembaga
Menjelang debat kedua Pilkada Jakarta pada 27 Oktober lalu, sejumlah lembaga survei kembali merilis hasil sigi teranyar mereka mengenai tingkat elektabilitas ketiga pasangan calon di Jakarta. Dalam satu pekan menjelang debat kedua tersebut, ada dua lembaga survei yang mengeluarkan hasil risetnya tentang Pilkada Jakarta, yaitu LSI dan Poltracking Indonesia.
LSI menggunakan metode multistage random sampling, dengan toleransi kesalahan kurang lebih 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Lembaga ini menggunakan 1.200 warga Jakarta sebagai responden.
LSI menggunakan teknik perolehan data berupa wawancara terhadap 20 persen dari total responden. Wawancara dilakukan oleh supervisor lapangan dengan kembali mendatangi responden terpilih. Survei dilakukan selama delapan hari, yakni pada 10-17 Oktober 2024.
Berdasarkan metode dan cakupan responden tersebut, elektabilitas pasangan calon nomor urut 3 Pramono Anung-Rano Karno unggul dibandingkan dua pasangan calon lainnya, yaitu Ridwan Kamil-Suswono dan Dharma Pongrekun-Kun Wardana. Tingkat keterpilihan jagoan PDI Perjuangan itu mencapai 41,6 persen. Lalu elektabilitas Ridwan Kamil-Suswono sebesar 37,4 persen dan Dharma-Kun Wardhana hanya 6,6 persen.
Selanjutnya, Poltracking Indonesia merisil hasil survei pada 24 Oktober lalu. Hasil sigi lembaga ini menunjukkan jika elektabilitas Ridwan Kamil-Suswono unggul dari kedua pesaingnya.
Poltracking Indonesia menggunakan metode yang sama dengan LSI, yaitu multistage random sampling. Margin of error survei ini berada di kisaran 2,2 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
Poltracking menggunakan 2.000 responden warga Jakarta, yang berusia 17 tahun ke atas dan sudah menikah. Survei lembaga ini dilakukan dengan metode wawancara tatap muka, mulai dari 10 sampai 16 Oktober 2024.
Hasil survei Poltracking menyimpulkan elaktabilitas Ridwan Kamil-Suswono mencapai 51,6 persen. Lalu tingkat keterpilihan Pramono-Rano hanya 36,4 persen dan Dharma-Kun Wardana sebesar 3,9 persen.
Pilihan Editor : Koalisi Gemuk KIM Plus Versus Pasangan Dadakan PDIP