TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Indonesia Parliament Center (IPC), Arif Adiputro menyoroti rencana penambahan jumlah alat kelengkapan dewan (AKD) dan susunan komisi pada DPR periode 2024-2029. Menurut Arif, DPR dapat mengambil langkah yang lebih substansial ketimbang melakukan penambahan jumlah komisi.
Langkah substansial yang dimaksud, kata dia, ialah mereformulasi susunan komisi di DPR saat ini. Arif menjelaskan, sejauh ini susunan komisi di DPR cenderung membidangi isu yang kerap beririsan satu sama lain, dan hal ini pula yang menyebabkan munculnya ego sektoral pada antar-komisi.
"Misal komisi IV dan VII, isu yang dibidangi beririsan antara lingkungan hidup dan energi. Mestinya ini bisa direformulasi pada satu komisi saja agar terfokus dan efisien," kata Arif saat dihubungi, Sabtu, 12 Oktober 2024.
Ia mengatakan, penambahan jumlah komisi di DPR juga akan berisiko menambah beban anggaran operasional yang harus digelontorkan negara. Sehingga, ketimbang mengambil langkah yang berisiko, DPR mestinya dapat mengambil langkah yang lebih efektif.
"Misalnya dengan membentuk unit khusus di setiap komisi agar pembahasan isu dapat terfokus pada masing-masing bidang," ujar dia.
Unit khusus tersebut, kata dia, dapat dibentuk dengan cara membagi dua sampai tga kelompok anggota di masing-masing komisi. Misalnya di komisi I yang membidangi isu pertahanan, kebijakan luar negeri, komunikasi dan intelijen. Dengan jumlah keseluruhan anggota di komisi, Arif hakul yakin hal ini dapat terlaksana.
"Misal unit ini mengurusi isu pertahanan. Unit yang lain mengurusi soal kebijakan luar negeri dan intelijen. Ini lebih efisien dan tidak membebani anggaran," ucap dia.
Dihubungi terpisah, Pengajar Hukum Tata Negara dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah mengatakan rencana DPR menambah jumlah susunan komisi merupakan upaya lain untuk membagi kue kekuasaan secara lebih luas.
Menurut Herdiansyah, dengan makin banyaknya komisi, bukan tidak mungkin kader partai politik pendukung pemerintah akan lebih berpeluang untuk memperoleh kursi pimpinan komisi, mengingat gemuknya partai pendukung presiden terpilih Prabowo Subianto.
"Ini bukan untuk mengejar efektifitas kinerja, melainkan akal-akalan untuk membagi kekuasaan secara lebih luas," ujae Herdiansyah.
Pada 30 September lalu, Ketua DPR Puan Maharani mengatakan terdapat 225 Rancangan Undang-Undang yang disahkan menjadi Undang-Undang oleh DPR periode 2019-2024. Dari jumlah itu, 48 di antaranya merupakan RUI yang masuk dalam program legislasi nasional atau Prolegnas.
Lalu, sebanyak 177 RUU masuk kategori kumulatif terbukka dan 5 RUU lainnya tidak dilanjutkan pembahasannya. RUU kumulatif terbuka merupakan RUU di luar prolegnas yang diajukan DPR atau pun pemerintah.
Namun, klaim ini tak sejalan dengan catatan masyarakat sipil. Peneliti pada Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus mengatakan kinerja DPR pada periode lalu cukup buruk dan memperoleh nilai merah, sehingga dapat menjadi preseden bagi DPR periode baru untuk bekerja lebih baik.
Ia mengatakan masyarakat sipil mencatat bahwa DPR periode 2019-2024 hanya mampu menuntaskan 26 dari 264 RUU yang masuk dalam Prolegnas jangka menengah. Pun, sebagian RUU yang disahkan adalah RUU yang dinilai bermasalah seperti RUU Cipta Kerja; Pertambangan Mineral dan Batu Bara; serta Kementerian Negara.
"Tidak ada urgensinya untuk menambah jumlah komisi. Justru yang lebih penting adalah bagaimana cara meningkatkan fungsi pengawasan," kata Lucius.
Jumat lalu, Wakil Ketua DPR bidang Ekonomi dan Keuangan Sufmi Dasco Ahmad mengatakan penambahan AKD dan susunan komisi saat ini masih dalam tahap finalisasi. Ia menyebut perkembangan rampungnya penambahan AKD dan jumlah komisi akan disampaikan pada pekan mendatang.
"Diumumkan Senin," kata Dasco.
Rencana penambahan jumlah AKD dan susunan komisi di DPR periode 2024-2029 ini merupakan penyesuaian dari adanya pemecahan sejumlah nomenklatur kementerian di kabinet pemerintahan Prabowo Subianto, yang ditengarai bakal berjumlah lebih dari 40 kementerian.
Anggota DPR dari Fraksi PDIP, Said Abdullah sebelumnya mengatakan bakal terdapat penambahan dua komisi di DPR periode kini. Artinya, akan ada 13 komisi di DPR dari sebelumnya berjumlah 11. Nantinya, DPR juga akan membentuk AKD baru yang dinamai Badan Aspirasi.
Pilihan Editor: Dua Dekade Alat Kelengkapan Dewan