TEMPO.CO, Jakarta - Abdussalam Shohib menjelaskan alasan dirinya dan sejumlah ulama di Nahdlatul Ulama atau NU menggagas muktamar luar biasa. Salah satu faktornya, yakni politisasi organisasi keagamaan terbesar di Indonesia itu dalam politik praktis.
Menurut Abdussalam, PBNU hasil muktamar Lampung tidak independen dalam menjalankan organisasi. Dia juga melihat semakin terang-terangannya petinggi PBNU mendukung salah satu calon dalam Pilpres 2024.
"Keterlibatan dalam politik praktis sudah sangat terang-terangan. Ini melanggar khittah NU," kata Abdussalam kepada Tempo saat dihubungi, Jumat, 20 September 2024.
Abdussalam menilai perlu adanya koreksi terhadap PBNU di bawah pimpinan Yahya Cholil Staquf. Menurut dia, keterlibatan aktif para pengurus PBNU dalam kancah politik membuat muruah NU menjadi tercoreng.
"Kami berpandangan ada pihak-pihak yang memanfaatkan organisasi NU, organisasi besar dan sakral, untuk kepentingan-kepentingan politik," kata Abdussalam.
Sekretaris Jenderal PBNU Saifullah Yusuf tak membantah bawah sejumlah elit PBNU terlibat dalam pemerintahan. Dia mengatakan hal tersebut tidak bertentangan dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga NU.
Menurut Saifullah, AD/ART NU hanya melarang Rais ‘Aam, Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum untuk berkecimpung dalam ranah politik. "Jadi tindakan pengurus PBNU ini sudah didasari aturan yang jelas dengan pertimbangan-pertimbangan dari banyak pihak," kata Saifullah kepada Tempo saat dihubungi, Jumat, 20 September 2024.
Saifullah mengatakan rencana mengadakan muktamar luar biasa juga terlalu berlebihan. Menurut dia, ketegangan-ketegangan dalam tubuh NU adalah hal yang wajar dan bisa diselesaikan saat muktamar.
"Bila rencana ini tetap digulirkan, tentu sangat ahistoris. Belum pernah sejarahnya di NU itu muktamar luar biasa berhasil dilakukan. Kami selalu mencari jalan keluar saat muktamar," kata Saifullah.
Pilihan Editor: Penggagas Muktamar Luar Biasa NU Klaim Dapat Dukungan 326 Cabang