TEMPO.CO, Jakarta - Calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Sang Made Mahendrajaya, meminta masyarakat tak khawatir terhadap aparat penegak hukum, seperti polisi yang ingin bergabung di lembaga antirasuah. Purnawirawan Polri ini mengatakan kerja polisi itu luar biasa sehingga tidak ada masalahnya jika ingin menjadi Capim KPK.
"Enggak lah, enggak ada seperti itu (intervensi), polisi baik kok, polisi luar biasa. Latar belakang saya polisi dan enggak ada masalah. Jadi enggak perlu khawatir," kata Made saat ditemui usai menjalani tes wawancara Capim KPK, di Kementerian Sekretariat Negara, Rabu, 18 September 2024.
Made saat ini menjabat sebagai Penjabat Gubernur Bali. Dia merupakan pensiunan polisi dengan pangkat terakhir Inspektur Jenderal. Made lulusan Akademi Kepolisian 1989 dengan pengalaman terbanyak sebagai reserse. Jenderal bintang dua ini dinobatkan sebagai Widyaiswara Kepolisian Utama Tk.I Sespim Lemdiklat Polri.
"Saya sudah tidak di kepolisian (pensiun). Namun saya pikir (intervensi) itu enggak akan terjadi. Enggak ada masalah," kata Made saat ditanyai soal kritik para pengamat dan akademisi terkait daftar APH di Capim KPK.
Peneliti Indonesia Corruption Watch atau ICW, Diky Anandya sebelumnya mengatakan dominasi aparat penegak hukum baik dari kepolisian maupun kejaksaan sebagai Capim KPK berpotensi mengundang persepsi publik ihwal dugaan intervensi terhadap panitia pelaksana lembaga antirasuah itu. "Intervensi dapat berasal dari pihak manapun, misalnya, kalangan eksekutif atau mungkin pimpinan aparat penegak hukum," kata dia dalam keterangan tertulis, Rabu, 11 September 2024.
Selain itu, Ahli Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada, Zainal Arifin Mochtar mengkritisi besarnya proporsi aparat penegak hukum dalam deretan capim KPK. Dari 20 orang Capim, terdapat 9 orang yang berasal dari kalangan polisi dan jaksa.
Menurut pria yang akrab disapa Uceng itu, terdapat paradigma keliru yang telah dipelihara sedari awal seleksi. Kekeliruan itu, kata dia, berupa pandangan bahwa di dalam KPK harus ada unsur polisi dan jaksa. Dia juga melihat gejala intervensi yang besar kepada Pansel dalam proses seleksi Capim KPK.
Uceng menekankan, potensi untuk berlaku tidak independen akan lebih besar jika pimpinan KPK berasal dari kalangan penegak hukum. "Apalagi kita tahu ada semacam 'penugasan' ke KPK, kan," kata Uceng, saat dihubungi Tempo, Ahad, 15 September 2024.
Sementara itu, pansel Capim KPK, Muhammad Yusuf Ateh, memastikan seluruh prosedur sudah dilakukan dengan cara-cara yang bertanggung jawab. Ateh tidak ingin menjelaskan secara gamblang terkait isu dominasi APH yang mengisi daftar Capim KPK. Sembilan dari 20 Capim KPK yang mengikuti seleksi tes wawancara merupakan APH yang terdiri dari jaksa dan polisi.
"Siapa yang dominasi? Banyak dari luar juga, saya enggak mau jawablah kalau hanya isu," kata Ateh, saat ditemui usai tes wawancara Capim KPK, Selasa, 17 September 2024. "Pokoknya kita kerja dan tanggung jawab sama Tuhan dan masyarakat."
Ateh juga meminta pihak yang mempersoalkan APH dalam daftar Capim KPK untuk ikut menyaksikan tes wawancara berlangsung. Panitia telah menyediakan sekitar 40 kursi penonton di lokasi seleksi.
Pilihan Editor: Kala Pimpinan Lembaga Anti-Rasuah Jadi Capim KPK Dicecar Panelis