TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi atau MK menolak permohonan uji materi aturan syarat usia calon pimpinan atau Capim KPK yang diatur Pasal 29 huruf e UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Hakim Konstitusi Arsul Sani menjadi satu-satunya yang menyatakan dissenting opinion atau pendapat berbeda. Menurut Arsul, MK seharusnya mengabulkan permohonan Novel Baswedan dkk itu meski sebagian.
“Menurut saya, dalil para pemohon adalah beralasan menurut hukum untuk sebagian dan permohonan para pemohon patut dikabulkan sebagian, meskipun tidak sebagaimana yang dimohonkan oleh pemohon,” kata Arsul Sani dalam sidang di Gedung MKRI, Jakarta pada Kamis, 12 September 2024.
Dalam permohonannya, para pemohon meminta MK untuk mengubah frasa soal syarat usia capim tersebut. Mereka meminta agar Pasal 29 huruf e UU KPK mengizinkan pegawai KPK yang berpengalaman menjalankan fungsi utama KPK selama setidaknya satu periode masa jabatan dapat mendaftarkan diri meski belum berusia 50 tahun.
Arsul berujar ketentuan syarat usia 50 tahun bisa diberi pengecualian terhadap capim yang berpengalaman sebagai pimpinan KPK atau berpengalaman sebagai Pegawai KPK yang bekerja di bidang pencegahan atau penindakan (penegakan hukum) tindak pidana korupsi sekurang-kurangnya selama 10 tahun secara berturut-turut.
Namanya, karena delapan dari sembilan hakim konstitusi setuju, MK menolak uji materi tersebut sebagaimana diputuskan dalam Putusan MK Nomor 68/PU-XXII/2024. Dengan putusan tersebut, syarat usia capim KPK dipastikan tidak berubah. UU KPK tetap mengatur syarat usia capim adalah paling rendah 50 tahun dan paling tinggi 65 tahun.
“Dalam pokok permohonan, menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo dalam sidang di Gedung MKRI, Jakarta pada Kamis, 12 September 2024.
MK juga menyatakan penentuan batas usia dalam suatu undang-undang adalah kewenangan pembentuk undang-undang. Suhartoyo berujar ketentuan syarat usia hanya dapat diadili oleh MK apabila penentuan syarat usia tersebut melanggar berbagai batasan kebijakan hukum terbuka.
Sosok Arsul Sani
Asrul Sani terbilang baru menjadi hakim di lembaga penegak konstitusi tertinggi di Indonesia. Ia dilantik menjadi hakim MK pada penghujung September 2023 lalu alias nyaris setahun. Dia terpilih secara aklamasi menggantikan hakim konstitusi Wahiduddin Adams yang pensiun pada Januari 2024.
Dinukil dari laman resmi DPR, Arsul Sani merupakan politikus Partai Persatuan Pembangunan atau PPP yang berasal dari Daerah Pemilihan Jawa Tengah X. Pria kelahiran Pekalongan, Jawa Tengah, ini mengenyam pendidikan S1 di Fakultas Hukum Universitas Indonesia 1982-1987.
Arsul kemudian melanjutkan pendidikannya di Ilmu Komunikasi, STIKOM, The London School of Public Relations 2005-2007. Lalu pada 2011, Arsul mengambil pendidikan Justice & Policy di Glasgow Caledomian University, Inggris.
Pengalaman organisasinya diawali dengan menjadi aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Dia pernah menjabat Ketua Komisariat HMI Fakultas Hukum UI (1985) dan Sekretaris Umum Korkom UI (1986-1987).
Asrul ikut Pileg 2014 dan terpilih menjadi wakil rakyat cabang RI periode hingga 2019. Arsul kembali terpilih untuk periode kedua dan ditunjuk sebagai Wakil Ketua MPR. Namun, jabatan itu dilepasnya setelah terpilih oleh Komisi III menjadi hakim MK.
“Komisi III menyatakan bahwa calon yang diusulkan oleh DPR menjadi hakim konstitusi untuk menggantikan Bapak Wahiduddin Adams adalah Bapak Arsul Sani,” kata Wakil Ketua Komisi III Adies Kadir dalam rapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 26 September 2023.
Setelah terpilih menjadi hakim MK, Arsul Sani menyatakan pihaknya akan menghindari benturan kepentingan atau conflict of interest. Dia mencontohkan jika MK menerima sengketa Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 yang berhubungan dengan PPP.
“Jadi kalau sengketanya pemilu itu pilih misalnya yang menyangkut PPP, saya tidak boleh ada di situ,” kata Arsul.
Arsul mengatakan bahwa MK memiliki sembilan orang hakim yang dibagi menjadi tiga panel. Dia mengatakan dirinya tidak boleh berada di dalam panel yang menghadiri sengketa melibatkan PPP.
“Untuk menghindari benturan kepentingan,” kata Asrul.
Arsul Sani menggantikan Wahiduddin Adams yang memasuki masa pensiun pada Januari 2024. Arsul menjadi hakim MK kesekian yang memiliki latar belakang partai politik. Sejumlah politikus yang sempat menjadi hakim di sana di antaranya adalah Mahfud MD, Hamdan Zoelva dan Akil Mochtar.
HENDRIK KHOIRUL MUHID | HAN REVANDA PUTRA | ANDRY | SULTAN ABDURRAHMAN
Pilihan Editor: Tanggapan Novel Baswedan Soal Putusan MK Tolak Uji Materi Batas Usia Capim KPK