INFO NASIONAL – Sebagai kota global, Jakarta berbenah di berbagai sektor. Salah satunya menyiapkan Energi Baru Terbarukan (EBT), untuk mendukung target pemerintah pusat mencapai emisi karbon nol persen pada 2060.
Penjabat (Pj.) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono bahkan telah menegaskan dukungan ini, saat merilis Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 5 Tahun 2023 tentang Rencana Umum Energi Daerah Tahun 2023-2050. “Visi Rencana Umum Energi Daerah Provinsi DKI Jakarta adalah terpenuhinya energi yang berawawasan lingkungan dan terdepan dalam pemanfaatan teknologi energi bersih,” ujarnya seperti dinukil dari Antara.
Sebagai salah satu penerap kebijakan itu, Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi (Disnakertransgi atau DTKTE) Provinsi DKI Jakarta menyiapkan sejumlah program dengan semangat sinergi. Artinya, melibatkan multi-pihak, dari instansi pemerintah, swasta, akademisi, komunitas, hingga masyarakat.
Salah satu upaya yang sedang digencarkan adalah pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di atap gedung-gedung pemerintah, sekolah, dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD). “Kami telah mendorong setiap lini sektor untuk melakukan pembangunan PLTS dan pelaksanaan audit energi sebagai upaya konservasi energi,” kata Kepala DTKTE Provinsi DKI Jakarta Hari Nugroho dalam keterangan tertulis kepada Info Tempo, 10 September 2024.
Langkah berikutnya melalui peningkatan ekosistem kendaraan listrik. Caranya dengan menyediakan lebih banyak Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) dan memperkenalkan insentif untuk konversi kendaraan listrik, termasuk sepeda motor listrik.
Pemerintah Pemprov DKI Optimalkan Potensi PLTS
Pemprov DKI, kata Hari, juga membangun jaringan transmisi listrik antar-pulau, yang dikenal sebagai Nusantara Grid. Ini akan memungkinkan pembagian sumber energi terbarukan antar-wilayah, sehingga listrik bersih bisa lebih merata di berbagai pusat industri.
Di samping itu, berkolaborasi dengan pemerintah pusat untuk mengembangkan mekanisme perdagangan emisi dan bursa karbon. Tujuannya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mendorong investasi dalam proyek-proyek energi terbarukan.
“Saat ini tupoksi (tugas pokok dan fungsi) yang diemban oleh DTKTE di bagian hilir dan sudah dilaksanakan adalah diversifikasi energi menggunakan biofuel dan PLTS. DTKTE selalu berkoordinasi dengan PLN terkait peraturan pembangunan PLTS di sektor swasta maupun pemerintah serta pengembangan SPKLU (Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum),” tutur Hari.
Sebagai contoh pengembangan lanjutan PLTS, DTKTE telah menjalankan studi kelayakan terhadap 27 Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) yang menghasilkan potensi pemanfaatan EBT. Misalnya, PLTS serta potensi penghematan energi gedung.
“Berdasarkan kajian yang sudah dilakukan, program pemasangan PLTS sangat efisien dan dapat mengurangi penggunaan energi fosil, sehingga rumah sakit juga memberikan kontribusi pada penurunan emisi di DKI Jakarta,” beber Hari.
Langkah sinergi ini, lanjutnya, tidak hanya dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN) atau rumah sakit milik pemerintah, tetapi juga perangkat dinas lainnya. “Misalnya, dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI, melalui satu program kerja sama dalam pelaksanaan Earth Hour saat Hari Bumi,” ucap Hari.
Akademisi dari Program Studi Teknik Sipil Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata, Djoko Setijowarno, mengakui, upaya Jakarta beralih ke energi bersih sudah bagus. Namun, ia menyoroti persiapan sebagai kota global melalui sisi transportasi. Sebab, penggunaan transportasi publik yang masif akan menyumbang lebih banyak usaha menciptakan energi bersih.
“Layanan Transjakarta sudah dapat meng-cover 88,2 persen wilayah Kota Jakarta,” tulisnya kepada Info Tempo. Djoko berharap, moda transportasi semacam ini dapat dikembangkan lebih luas, terlebih Jakarta kini sedang menuju sebagai pusat kawasan aglomerasi bersama Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, serta Cianjur.
“Dalam membangun ekosistem transportasi publik, khususnya yang berbasis listrik atau baterai, pemerintah perlu menguatkan kebijakan dengan menetapkan transportasi publik sebagai prioritas wajib dan dasar pelayanan masyarakat,” papar pengamat transportasi itu.
Djoko menilai, dalam membangun ekosistem tersebut, pemerintah perlu bersinergi lintas sector. Misalnya, dengan perbankan dan pengembang perumahan, khususnya di wilayah Bodetabekjur.
Ia pun mengimbau lembaga, kementerian, atau instansi menghapus ego sektoralnya, agar target nol emisi karbon pada 2060 dapat tercapai. “Jadi bukan mendorong untuk membeli motor atau kendaraan listrik. Padahal, kebutuhannya adalah transportasi umum berbasis listrik,” tegas Djoko. (*)