TEMPO.CO, Jakarta - Universitas Gadjah Mada atau UGM mengeluarkan pernyataan terkait situasi politik yang mengabaikan konstitusi saat ini. Para dosen dan sivitas akademika menegaskan bahwa demokrasi Indonesia menghadapi tantangan serius, ditandai oleh ketegangan hukum dan manipulasi politik yang berpotensi mengancam tatanan konstitusional negara dan masyarakat.
“Peristiwa manuver politik dari mayoritas kekuatan parlemen yakni pengabaian putusan MK oleh DPR mengenai syarat pencalonan Pilkada 2024 jelas merusak tatanan politik dan hukum serta kaidah keadaban demokrasi,” kata Arie Sudjito, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian Masyarakat dan Alumni UGM, Kamis, 22 Agustus 2024.
Selain itu, spanduk perlawanan yang mengandung peringatan tentang darurat konstitusi serta seruan untuk mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) masih terlihat di Gedung B Fakultas Hukum UGM.
Spanduk tersebut dipasang sejak 27 Agustus 2024 oleh kelompok FH UGM Bergerak, yang terdiri dari mahasiswa dan dosen. Mereka menjelaskan bahwa pemasangan spanduk ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran di kalangan sivitas akademika dan masyarakat mengenai kondisi ketatanegaraan saat ini. Kelompok ini merasa prihatin dengan dugaan keterlibatan presiden dalam campur tangan terhadap lembaga legislatif negara, yang dianggap bersekongkol melawan putusan MK.
Wakil Ketua Bidang Pergerakan Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa atau BEM KM UGM Rafi Baihaqi mengatakan bahwa serangkaian aksi yang digelar UGM dan berbagai kalangan masyarakat di Yogyakarta yang dilaksanakan tiga hari belakangan dilatarbelakangi amarah masyarakat dalam praktik bernegara yang kotor.
“Demokrasi yang merupakan sistem bernegara saat ini sudah dikebiri, marwah hukum tertinggi (MK) sudah dilangkahi, per tanggal 22 Agustus kemarin puncak amarah tersebut dilampiaskan di seluruh daerah termasuk Jogja khususnya mahasiswa UGM, berpartisipasi dengan semangat ‘Yogyakarta Memanggil’, bersama membangun kekuatan rakyat untuk menekan penguasa bahwa putusan tertinggi dan mengikat dari MK haruslah dilaksanakan.” ujarnya saat dihubungi Tempo, 30 Agustus 2024.
Rafi juga menyebutkan meskipun revisi UU Pilkada tidak jadi disahkan, BEM KM UGM akan terus mengawal keadaan darurat ini bersama seluruh elemen masyarakat, baik secara simbolis, aksi ataupun agitasi. Ke depannya, BEM KM UGM akan tetap membuka pembahasan kembali dengan model gerakan yang lebih variatif untuk menjaga eskalasi.
“Meskipun putusan tersebut merupakan kemenangan kecil, baiknya tetap menjaga semangat api perjuangan melalui kekuatan rakyat yang kita kawal setidaknya per 3 hari kemarin,” ungkap mahasiswa Ilmu Politik tersebut.
Tak berhenti di situ, Rafi juga mendorong agar gerakan dalam berbagai bentuk terus dikawal hingga Jokowi berhenti dari masa jabatan untuk menekan Pemerintah.
“Gerakan rakyat yang dibangun secara kolektif setidaknya menjadi penekan untuk penguasa khususnya rezim Jokowi agar bagaimana lengser meninggalkan kesan buruk, kemudian substansi gerakan tetap kita kawal karena menjadi landasan gerakan,” ujar dia.
Selain itu, Ia mengungkapkan bahwa meskipun dihadapkan oleh berbagai tantangan seperti memerhatikan momentum dan menjaga konsistensi, aksi yang dikawal bersama masyarakat tetap merupakan amarah bersama, sehingga BEM KM UGM terus berupaya menjaga dan meningkatkan api perjuangan secara substansial dengan berbagai model gerakan.
“Aksi massa menjadi opsi penekanan yang tetap memperlihatkan eksistensi gerakan yang tentu kita awali dengan aktivisme digital untuk mobilisasi massa,” katanya.
SUKMA KANTHI NURANI | NOVALI PANJI NUGROHO
Pilihan Editor: Mahasiswa UGM Bentangkan Spanduk Pratikno Dilarang masuk, Sebelumnya Pasang Baliho Jokowi Alumnus Paling Memalukan