TEMPO.CO, Jakarta - Pemilihan Gubernur atau Pilgub Jawa Timur 2024 resmi diiikuti oleh tiga srikandi. Mereka adalah Khofifah Indar Parawansa, Tri Rismaharini, dan Luluk Nur Hamidah.
Pengamat Politik Universitas Brawijaya, Wawan Sobari menilai fenomena ini positif dan menunjukkan bahwa politik perempuan berjalan di Jatim. “Ini baik untuk Indonesia dan harus dianggap positif karena Jatim punya kebiasaan yang baik,” kata Wawan kepada Tempo, Jumat 30 Agustus 2024.
Menurut dia, kesetaraan politik bukan hal yang baru di Jatim. Sebab, Khofifah sudah maju sejak Pilgub Jatim 2008. “Jadi politik perempuan berjalan,” ucap alumni Flinders University Australia itu.
Kendati demikian, Wawan juga menilai bahwa majunya tiga perempuan itu bisa karena dua faktor. Pertama, kepentingan memajukan perempuan di Jatim.
Kedua, faktor politik atau gimmick politik untuk kebutuhan sensitifitas perempuan pada pembangunan politik Jatim. “Bagi saya, ini strategi politik saja. Bukan persoalan Jatim yang butuh sentuhan perempuan,” papar Wawan.
Wawan melanjutkan, Pilgub Jatim memang butuh sosok perempuan untuk melawan Khofifah. Jika figur laki-laki yang maju, maka sentimen pemilih akan cenderung memilih perempuan.
Menurut dia, elektabilitas Khofifah tidak bisa hanya ditandingi dengan kesamaan gender. Namun, kesamaan gender akan membuat pemilih bisa melihat kelemahan dan kekuatan seorang politisi.
Hal itu pula yang dilakukan oleh PDIP dengan mengusung Tri Rismaharini. Terlebih, survei menunjukkan bahwa Risma bisa menjadi lawan seimbang untuk Khofifah. Eks Wali Kota Surabaya itu juga telah dikenal di Jatim.
“Tapi Risma harus lebih sering turun ke desa-desa karena selama ini masih cenderung beredar di perkotaan,” tandas Wawan.
Hal itu dinilai sama dengan kemunculan Luluk yang diusung PKB. Anggota DPR RI itu dianggap bisa menyaingi kekuatan Khofifah. Luluk juga tenar karena mengusulkan hak angket dan kepeduliannya terhadap isu perempuan.
“Kalau PKB mengusung KH Marzuki atau Abdul Halim Iskandar, malah enggak ngangkat untuk lawan Khofifah,” ucap Wawan.
Oleh karena itu, Wawan pun menyimpulkan bahwa ketiga srikandi itu memang diusung untuk kepentingan strategi politik. Ketiganya dianggap paling bisa untuk memainkan emosional pemilih.
“Satu hal yang tidak boleh diabaikan oleh ketiganya adalah program untuk mengatasi problem kesehatan dan pendidikan. Harapannya, ketiga calon bisa menjawab itu,” pungkas Wawan.
Pilihan editor: Dua Menteri Jokowi dari PDIP Buka Suara soal Mundur dari Jabatannya