Dalam pertimbangan hukumnya, MK menyatakan perubahan basis syarat pencalonan untuk keadilan dan kesetaraan dengan syarat pencalonan bagi bakal calon perseorangan.
Kholil menjelaskan perbedaannya, yakni jika bakal calon perseorangan basisnya merupakan jumlah penduduk dalam DPT, maka untuk jalur parpol basisnya merupakan perolehan suara sah yang menyesuaikan dengan jumlah penduduk dalam DPT di provinsi atau kabupaten/kota.
Mengingat sifat putusan itu final dan mengikat serta berlaku seketika setelah dibacakan, maka dia menyebutkan parpol bisa menjadikan putusan MK itu sebagai dasar mengajukan paslon tanpa harus tersandera oleh kepentingan yang berasal dari luar partai.
“Itulah sebabnya diharapkan putusan MK bisa menjadikan para elite parpol kembali ke jati dirinya, berdaulat dalam mengambil keputusan dengan menjadikan suara rakyat sebagai basis pertimbangannya,” tuturnya.
Pengamat Politik Cecep Hidayat: Putusan MK Mengubah Konstelasi Politik Pilkada 2024
Adapun pengamat politik Universitas Indonesia Cecep Hidayat mengatakan Putusan MK soal Ambang batas pencalonan pilkada mengubah konstelasi politik Pilkada 2024, termasuk pemilihan gubernur atau Pilgub Jakarta.
“Dengan perubahan ini berarti untuk Jakarta minimal hanya bisa mengajukan jika sudah ada 7,5 persen perolehan suara legislatif sebelumnya. Dampaknya adalah PDI Perjuangan bisa mengajukan calon sendiri,” kata Cecep saat dihubungi dari Jakarta, Selasa, 20 Agustus 2024 seperti dikutip dari Antara.
Dia mengatakan, berdasarkan hasil Pemilu 2024, terdapat 11 partai yang memperoleh kursi DPRD Provinsi Jakarta, tetapi hanya PDIP yang belum mengusung bakal pasangan calon untuk Pilkada Jakarta sementara 10 partai lainnya memutuskan mendukung Ridwan Kamil-Suswono.
“PDIP sendiri karena berdasarkan regulasi sebelumnya itu harus 25 persen suara, dan 20 persen kursi (untuk mengusung bakal pasangan calon). Itu kan tidak memenuhi ya,” kata dia.
HENDRIK YAPUTRA | ANTARA
Pilihan editor: Reaksi KIM Plus atas Putusan MK Ubah Ambang Batas Pencalonan Pilkada