TEMPO.CO, Jakarta - Keluarga Mahasiswa Institut Teknologi Bandung atau KM ITB menyatakan dukungannya terhadap pencabutan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 2 Tahun 2024. Alasannya karena isi aturan yang mengubah regulasi Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi itu mengakibatkan kenaikan biaya kuliah yang cukup besar.
“Kami mendukung gugatan kawan-kawan Apatis (Aliansi Pendidikan Gratis) yang ingin Permendikbud itu dibatalkan,” kata Wakil Menteri Koordinator Sosial Politik KM ITB Revanka Mulya, Kamis 15 Agustus 2024.
Sebagai bentuk dukungan itu KM ITB telah mengirimkan pendapat tertulis atau Sahabat Pengadilan (amicus curiae) ke Mahkamah Agung pada 6 Agustus 2024. Menurut Revanka, hal itu dilakukan secara daring lewat surat elektroknik.
KM ITB berkepentingan untuk memastikan bahwa seluruh masyarakat Indonesia dapat mengakses pendidikan yang berkualitas, ilmiah, dan demokratis, tanpa adanya komersialisasi. Di ITB, Permendikbudristek yang ditetapkan pada awal 2024 itu menjadi acuan kenaikan biaya kuliah. Dari hasil survei KM ITB, tercatat 182 mahasiswa yang mengeluhkan pembayaran uang kuliah tunggal (UKT) yang ditetapkan, sementara 112 orang lainnya mengeluhkan biaya UKT dan biaya hidup.
“Di lain sisi, tarif iuran pembangunan institusi di ITB naik sekitar 300 sampai 500 persen dibandingkan tahun sebelumnya,” kata Ketua Kabinet KM ITB Fidela Marwa Huwaida lewat keterangan tertulis.
Selain itu dari kenaikan biaya kuliah tersebut, menurut mahasiswa, pihak ITB justru mendorong mahasiswanya untuk menggunakan pinjaman online (pinjol) yang berbunga dan semakin menambah beban finansial mahasiswa. Meskipun kini pemerintah telah membatalkan kenaikan biaya kuliah angkatan 2024 di seluruh kampus perguruan tinggi negeri, mahasiswa mendesak agar Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 dicabut.
KM ITB berharap majelis hakim yang menangani perkara 37/P/HUM/2024 di Mahkamah Agung dapat mempertimbangkan dasar pendapat tertulis lewat Sahabat Pengadilan sebagai bentuk penggalian dan pemahaman nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
“Kami mendorong Majelis Hakim untuk mengabulkan permohonan perkara untuk mencabut Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi Pada Perguruan Tinggi Negeri di lingkungan Kemendikbudristek dan seluruh petitum,” ujar Fidela.
Sebelumnya diberitakan Aliansi Pendidikan Gratis (Apatis) jaringan nasional mengajukan gugatan uji materil Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 ke Mahkamah Agung pada 13 Juni 2024. Kelompok aliansi juga menggelar aksi di Mahkamah Agung, Jakarta Pusat, 11 Juli 2024.
Menurut anggota aliansi Sekar, pihaknya baru mendapatkan nomor perkara pada 10 Juli 2024 setelah melakukan audiensi ke MA. "Seharusnya ini diproses dalam waktu 14 hari," katanya saat aksi. Aturan yang sempat menuai kontroversi di masyarakat itu dinilai membuat biaya pendidikan semakin mahal.
Berbagai perguruan tinggi negeri berlomba-lomba meningkatkan biaya kuliah, baik uang kuliah tunggal (UKT) maupun iuran pengembangan institusi (IPI) secara drastis. Meski kenaikan biaya kuliah sudah dibatalkan, Apatis menargetkan agar seluruh elemen masyarakat di Indonesia memperoleh pendidikan yang gratis, merata, dan berkualitas. Khususnya pada kaum buruh dan anak-anak petani.
Pilihan Editor:Alasan Mahfud Md tak Diundang Upacara HUT ke-79 RI di IKN