TEMPO.CO, Jakarta - Panitia Seleksi Komisi Pemberantasan Korupsi atau Pansel KPK telah memutuskan 40 dari 230 kandidat calon pimpinan atau Capim KPK 2024-2029 dinyatakan lulus seleksi tes tulis. Dari jumlah tersebut, di antaranya adalah dua Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK saat ini, Johanis Tanak dan Nurul Ghufron.
Kedua pejabat petahana itu kembali mendaftar sebagai Capim KPK pada pertengahan Juli lalu. Johanis Tanak mengaku mendaftar jadi kandidat lagi setelah mendapat dukungan dari sesama pimpinan KPK. Sementara menurut Nurul Ghufron, dengan menjadi pimpinan KPK kembali dapat memimpin langsung perang melawan korupsi.
Nama keduanya kemudian lolos dalam seleksi administrasi Capim KPK 2024-2029. Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Diky Anandya sempat mewanti-wanti. Pengalaman Ghufron dan Johanis sebagai pimpinan KPK tak bisa serta-merta jadi pertimbangan keduanya lolos. Apalagi, tak satu pun ada prestasi dari pimpinan KPK periode 2019-2024.
“Yang terjadi justru sebaliknya,” kata Diky ketika dihubungi, Kamis, 25 Juli 2024.
Lantas seperti apakah sosok Johanis Tanak dan Nurul Ghufron, Wakil Ketua KPK saat ini yang lulus tes tulis Capim KPK periode 2024-2029?
Wakil ketua KPK, Johanis Tanak menghadirkan Sekjen Kementan Kasdi Subagyono, yang ditahan seusai menjalani pemeriksaan, di gedung KPK, Jakarta, Rabu, 11 Oktober 2023. Dalam pemeriksaan hari ini, hanya Kasdi Subagyono yang memenuhi panggilan, sedangkan Syahrul Yasin Limpo dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan RI, Muhammad Hatta, belum menjalani penahanan. TEMPO/Imam Sukamto
Profil Johanis Tanak
Johanis Tanak adalah komisioner lembaga antikorupsi dari unsur kejaksaan. Ia menempuh pendidikan tinggi bidang hukumnya di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin. Dia kemudian memulai kariernya sebagai pegawai di bidang pidana khusus sejak 1989 di Kejaksaan Agung (Kejagung) RI.
Jabatannya di awal karier yaitu sebagai Kepala Seksi Pidana Umum di Kefamenanu, NTT (1994) dan Kepala Seksi Tata Usaha Negara Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara di Kejagung RI (1997). Dia pernah pula menjadi Kepala Kejaksaan Negeri Karawang, Jawa Barat (2008) dan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulawesi Tengah (2014).
Pada 2015 Johanis kembali ke Kejagung RI dengan menjabat sebagai Direktur Tata Usaha Negara pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Kejagung. Lalu menjadi Direktur B Intelijen pada Jaksa Agung Muda Intelijen di Kejaksaan Agung pada 2019. Dia lalu menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi di Jambi pada 2020.
Karir terakhir Johanis di Kejagung adalah sebagai Pejabat Fungsional Jaksa pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara di Kejaksaan Agung pada 2021. Dia lalu resmi menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi KPK setelah dilantik oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi di Istana Negara, Jakarta Pusat, Jumat, 28 Oktober 2022.
Johanis Tanak menggantikan Lili Pintauli Siregar yang mengundurkan diri setelah terlibat skandal dugaan gratifikasi berupa fasilitas mewah saat menonton balapan MotoGP Mandalika dan tempat menginap mewah di Lombok, Nusa Tenggara Barat, pada Maret lalu dari perusahaan minyak negara, Pertamina.
Nama Johanis pernah menjadi perbincangan setelah beredar percakapan dirinya dengan Plh Dirjen Minerba, Kementerian ESDM M. Idris Froyoto Shite. Idris diketahui tengah berperkara dengan salah satu kasus yang saat itu tengah ditangani KPK. Dalam percakapan yang beredar itu, salah stau pesan yang Johanis kirim berisi kalimat ‘main di belakang layar’.
Komunikasi tersebut bisa dianggap menjadi konflik kepentingan, sebab Idris memiliki kaitan dengan kasus korupsi di Kementerian ESDM yang saat ini sedang ditangani KPK. Kendati demikian, Johanis menyebut percakapan tersebut memiliki konteks rencana dirinya yang akan membuka usaha saat menjelang pensiun dari Kejaksaan Agung pada waktu itu.
“Tentunya orang usia pensiun dalam kondisi sibuk kemudian kita harus persiapkan juga. Sama kayak orang akan menikah kita persiapkan juga hal-hal yang diperlukan. Jangan sampai nanti ketika pensiun baru kebingunan,” kata Johanis pada Kamis 13 April 2023.
Profil Nurul Ghufron
Dilansir dari laman resmi KPK, Nurul Ghufron lahir di Sumenep, 22 September 1974. Dia menyelesaikan pendidikan S1 di Fakultas Hukum Universitas Jember pada 1997. Ia melanjutkan pendidikan hukum di S2 Universitas Airlangga hingga lulus pada 2004 dan mendapatkan gelar Doktor pada 2012 dari Universitas Padjajaran.
Sejak 2003, Ghufron aktif mengajar di Fakultas Hukum Universitas Jember. Beberapa mata kuliah yang ia ampu, antara lain teori hukum, filsafat hukum, tindak pidana korupsi dan pajak, serta sistem peradilan pidana. Kemudian pada tahun 2006, Ghufron dipercaya menjadi Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember selama dua periode.
Ghufron berhasil menduduki kursi Wakil Ketua KPK setelah memperoleh 51 suara dalam uji kelayakan oleh Komisi Hukum DPR. Pada 20 Desember 2019, dia beserta 4 pimpinan KPK terpilih lainnya resmi dilantik oleh Presiden Jokowi dan menjabat sebagai Wakil Ketua KPK periode 2019-2023.
Nama Nurul Ghufron mencuat beberapa waktu lalu setelah melaporkan Anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK Albertina Ho. Pelaporan itu buntut Dewas KPK meminta laporan analisis dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Menurut Nurul Ghufron, Dewas KPK tidak memiliki kewenangan itu karena dasar yang digunakan tidak bersifat hukum.
“SE yang dijadikan dasar itu bukan hukum karenanya tak bisa dijadikan dasar untuk memperoleh kewenangan. Saya mengetahuinya itu berdasarkan surat yang disampaikan Bu Aho, yang mendasarkan suratnya pada analisis transaksi keuangan,” kata Ghufron kepada Tempo, Kamis malam, 25 April 2024.
Pelaporan Ghufron terhadap Albertina Ho bermula ketika Dewas KPK menangani kasus laporan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan mantan jaksa KPK inisial TI. Jaksa TI dilaporkan ke Dewas KPK atas dugaan memeras saksi sebesar Rp 3 miliar.
Albertina Ho, selaku Anggota Dewas KPK kemudian menelusuri laporan tersebut. Dalam menjalankan tugasnya, Albertina lalu berkoordinasi dengan PPATK untuk melihat riwayat transaksi jaksa TI. Namun langkah Albertina itu dinilai Ghufron sebagai tindakan menyalahi wewenangnya dan berbuntut pelaporan tersebut.
Di sisi lain, Eks Penyidik KPK Yudi Purnomo Harahap menyayangkan adanya pelaporan Nurul Gufron terhadap Albertina Ho itu. Menurut dia, tak ada yang salah dengan tindakan Albertina Ho berkoordinasi dengan PPATK untuk melihat riwayat transaksi jaksa TI.
Sebab biasanya Laporan Hasil Analisis PPATK membantu Dewas dalam menemukan titik terang kasus Jaksa TI. Lagi pula, katanya, tak ada masalah jika Dewas KPK berkoordinasi dengan PPATK.
“Jangan-jangan nanti ada anggapan bahwa pelaporan ini hanya untuk mengalihkan isu perihal pemeriksaan terhadap Nurul Gufron oleh Dewas KPK di kasus Kementerian Pertanian,” ujar Yudi, Rabu, 24 April 2024.
HENDRIK KHOIRUL MUHID | ADE RIDWAN YANDWIPUTRA
Pilihan Editor: 4 Catatan IM57+ Institute Soal 40 Nama Capim KPK Lolos Tes Tertulis: Masih Ada Calon Bermasalah