TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Kelima Megawati Soekarnoputri akhirnya mengungkap soal hubungannya dengan Presiden Joko Widodo. Ia mengatakan, hubungannya dengan Jokowi baik-baik saja.
Hanya saja, kata Megawati, dia tak setuju dengan rencana perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode karena melanggar konstitusi.
Sebelumnya, pada Februari 2022 gagasan presiden 3 periode yang sempat mati suri kembali hidup setelah tiga ketua umum partai mendukung penundaan Pemilu 2024. Mereka adalah Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto, dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan.
Megawati sejak awal menolak rencana perpanjangan masa jabatan presiden. Belakangan hubungan antara Presiden Jokowi dengan Ketua Umum PDI Perjuangan itu disebut renggang.
"Lho enaknya lho dia ngomong gitu. Saya sama presiden baik-baik saja. Memangnya kenapa? Hanya karena saya dikatakan, karena saya tidak mau ketika diminta tiga periode. Atau karena saya katanya tidak mau memperpanjang? Lho, saya tahu hukum kok," kata Megawati saat memberikan sambutan di acara penyerahan duplikat bendera pusaka kepada seluruh gubernur se-Indonesia di Balai Samudra, Jakarta, pada Senin 5 Agustus 2024.
Awalnya, Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) itu menanyakan kepada audiens tentang nurani, moral, dan etika. Lebih lanjut, Mega, sapaan akrabnya menyatakan haknya untuk berbicara. Sebab kata dia, Indonesia merupakan negara demokratis.
"Saya enggak bisa kalau terus, enggak boleh ngomong-enggak boleh ngomong. Enggak! Saya punya mulut. Hak saya untuk berbicara, kalau mengakui negara kita adalah negara demokratis," kata Ketua Umum PDIP itu melalui pesan tertulis yang diterima Tempo pada Senin 5 Agustus 2024.
Mega lalu menyinggung sejumlah penjabat gubernur yang diangkat oleh Pemerintahan Jokowi dan meminta Pj kepala daerah untuk netral. Menurut Megawati, dia mengetahui bahwa ada misi tertentuk dalam proses pilkada serentak nanti.
"Yang datang (Pj) gubernurnya siapa saja, sih. Saya kan tahu kok. Tetapi saya ini loh, saya elus dada saya, saya elus dada saya" ujar Mega.
Putri Prokmator RI Bung Karno ini meminta para penjabat kepala daerah itu untuk sadar, sebab negara ini diatur oleh Undang-undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945. Di sisi lain, menurut dia setiap warga negara mempunyai hak yang sama.
"Kalau saya salah, ngomong. Tidak laki-laki, tidak perempuan. Jadi, artinya jangan, ya, macam-macam. Ya, dong. Gimana sih diberi hak yang sama, tidak ada (perbedaan) dari presiden sampai kaum papa. Haknya sama. Ingat! Begitu juga dalam pemilu. Pemilu langsung haknya sama. Jadi, berikan kepada rakyat hak mereka," kata Mega.
Megawati kemudian bertanya kepada ahli hukum yang hadir. Menurut Mega, wacana presiden tiga periode itu ranahnya konsitusi. Mega menyatakan dirinya tidak punya hak dalam menentukan boleh atau tidak wacana presiden tiga periode. Dari situ, Mega berargumen bahwa aturan presiden seumur hidup waktu reformasi itu sudah diubah.
"Mana yang ahli hukum angkat tangan. Itu kan ranahnya namanya konstitusi. Ya saya tidak punya hak lho mengatakan boleh atau tidak. Itu kan mesti Majelis Permusyawaratan Rakyat. Karena apa? Ketika dari yang namanya presiden seumur hidup itu waktu reformasi kan diubah. Itu TAP MPR. Saya tanya kepada ahli tata negara, apakah MPR yang sekarang disamakan ini, TAP-nya itu masih berlaku? Yes. Ada yang mau menyanggah? Ahli hukum tata negara? Ya silakan," ujar Megawati.
Megawati menyampaikan dirinya hanya berbicara tentang kebenaran. Ia tidak ingin republik ini rusak oleh orang Indonesia yang tidak merasa harus melakukan bergotong royong atau tidak lagi Bhineka Tunggal Ika.
"Dan rusaknya oleh kalian sendiri, orang Indonesia yang sudah tidak merasa lagi yang namanya kita harus bergotong royong, harus kekeluargaan, tidak ada lagi yang namanya Bhinneka Tunggal Ika. Bagaimana, ya, terus kalian mau jadi apa? Elite saja. Wah, kalau dibilang elite, luar biasa," kata Megawati.
Dilansir dari Majalah Tempo, mantan Gubernur Lembaga Ketahanan Andi Widjajanto bercerita, Jokowi memanggilnya di ruang tengah Istana Negara. Jokowi meminta Andi membuat kajian tentang perpanjangan masa jabatan presiden. Dan Andi diberi waktu tiga bulan.
Saat itu, kata Andi, Jokowi menyampaikan keresahannya ihwal proyek strategis nasional yang terancam mangkrak saat masa jabatannya berakhir.
Pilihan Editor: Seribu Cara Tetap Berkuasa
MOCHAMAD FIRLY FAJRIAN