TEMPO.CO, Jakarta - Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) telah menyatakan sikap menerima konsesi tambang dari pemerintah. Namun, sejumlah kader yang punya kepedulian terhadap kelestarian lingkungan menolak keputusan yang diambil kedua ormas keagamaan tersebut.
Di Muhammadiyah ada Kader Hijau Muhammadiyah (KHM), sementera di NU ada Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA). Keduanya sepakat menolak karena tambang adalah industri ekstraktif yang merusak lingkungan dan menimbulkan konflik agraria.
Profil Kader Hijau Muhammadiyah (KHM)
KHM merupakan organisasi berisikan kader Muhammadiyah yang memiliki fokus pada isu lingkungan. Dilansir dari laman resminya, organisasi ini didirikan pada 14 Desember 2018 di Kota Surabaya, Jawa Timur.
Berangkat dari menyikapi permasalah lingkungan yang ada, organisasi ini ingin mengambil peran dalam meminimalisir masalah lingkungan agar tidak semakin meluas.
KHM menganggap hal ini sejalan dengan konsepsi matan dan cita-cita hidup Muhammadiyah, yakni sebagai gerakan Islam dan dakwah amar ma’ruf nahi nunkar, beraqidah Islam, dan bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah.
Adapun hal yang ingin dicapai oleh KHM yakni:
- Menghimpun kader Muhammadiyah yang memiliki orientasi terhadap isu sosial-ekologis.
- Membina kader Muhammadiyah dalam peningkatan kapasitas keilmuan dan pemahaman kritis terhadap persoalan sosial-ekologis.
- Menggerakkan kader Muhammadiyah untuk aktif dalam upaya pendampingan masyarakat terdampak konflik sosial-ekologis.
Profil Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA)
FNKSDA terbentuk dari keresahan pada situasi ekspansi kapitalisme di seluruh wilayah-wilayah di Indonesia yang menyebabkan krisis pada semua dimensi kehidupan. Seperti kemiskinan, ketimpangan penguasaan sumber-sumber agraria, krisis sosial-ekologi, krisis reproduksi sosial, ketidakadilan gender, dan lain sebagainya.
Karena itu, dikutip dari laman resminya, FNKSDA dibentuk sebagai perlawanan terhadap menguatnya kapitalisme di semua ranah kehidupan. Dalam hal ini FNKSDA menggunakan sosialisme dan Aswaja sebagai pilar dan kompas organisasi.
Diawali dengan sebuah diskusi bertajuk “NU dan Konflik Tata Kelola SDA” yang diadakan di Pendopo LKiS, Yogyakarta, pada 4 Juli 2013. Kemudian dari diskusi ini disepakati membentuk aliansi dengan tujuan menyiapkan media jaringan agar kelancaran sirkulasi informasi dan kemudahan pengorganisasian.
Pada 8 Desember 2013, FNKSDA dideklarasikan dan ditetapkan pada 3 April 2015 dalam Musyawarah Nasional I FNKSDA di Kuningan, Jawa Barat. Dalam gerakannya organisasi ini memiliki visi:
1. Mewujudkan cita-cita pembebasan kaum mustadl’afin
2. Memperkuat dan mendukung perjuangan demokrasi dan anti-kapitalisme di Indonesia.
3. Mewujudkan kedaulatan rakyat dengan semangat keadilan sosial-ekologis.
4. Membangun kesadaran dan kepekaan masyarakat terhadap setiap bentuk penjajahan dan penindasan.
YOLANDA AGNE | HAN REVANDA PUTRA
Pilihan Editor: Kecewa Kader Setelah Muhammadiyah Putuskan Terima Izin Tambang Ormas