TEMPO.CO, Jakarta - Pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Jakarta, Fadhil Alfathan, meminta Pemerintah Provinsi DKI melakukan dua tindakan untuk menindaklanjuti pemutusan kontrak sepihak yang dialami guru honorer.
"Pertama adalah pemulihan kembali guru-guru honorer yang sudah diberhentikan. Memberikan kepastian kerja kepada guru honorer," kata Fadhil di kantor LBH Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat pada Rabu, 17 Juli 2024.
Permintaan kedua, yakni memberikan keadilan dalam konteks penataan pegawai non aparatur sipil negara (ASN) khususnya di DKI Jakarta. Selain itu, dia meminta agar Pemprov memberhentikan Pelaksana tugas (Plt) Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Budi Awaluddin dari jabatannya."Tidak ada alasan lagi Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta bertahan dan menjalankan tugasnya," ujarnya.
Fadhil menilai istilah cleansing guru honorer muncul dari birokrat dari Dinas Pendidikan DKI Jakarta. "Istilah cleansing ini yang kemudian menunjukkan inkompetensi dari Disdik DKI khususnya Plt. Hingga saat ini banyak keterangan yang berbeda-beda," ujarnya.
Menurut dia, awal mula diksi cleansing muncul dari Disdik DKI Jakarta, kemudian diganti optimalisasi. Namun imbasnya dinilai menyebabkan konsekuensi yang tidak sederhana bagi karir guru honorer.
Dia menilai soal awal mula kebijakan cleansing ini muncul dari laporan pemeriksaan Badan Pengawas Keuangan atau BPK. Lantaran belum mendapatkan salinannya, maka dia menilai hasil temuan BPK sifatnya masih sebagai opini dan memuat kepentingan tertentu.
"Nah pertanyaannya apakah lembaga sekelas BPK merekomendasikan cleansing. Secara gelondongan disampaikan dalam laporan itu. Kalau kami lihat track record BPK rasanya tidak mungkin itu (cleansing) bukan istilah yang jamak secara hukum," tuturnya.
Fadhil menuding cleansing ditafsirkan secara semena-mena oleh Dinas Pendidikan DKI Jakarta. "Ini adalah tafsir sepihak yang tidak diukur konsekuensinya," ucapnya.
Dia meminta BPK turut buka suara dalam permasalahan pemutusan kontrak sepihak yang dialami oleh guru honorer di DKI Jakarta.
Kepala Bidang Advokasi Perhimpunan Pendidika dan Guru (P2G), Iman Zanatul Haeri mengatakan sampai saat ini sudah ada 107 laporan yang masuk soal pemecatan guru honorer. Laporan itu berasal dari guru jenjang SD, SMP hingga SMA di DKI Jakarta.
Pemberhentian kontrak itu dilakukan pada 5 Juli 2024 bertepatan dengan mulainya tahun ajaran baru 2024/2025 pada awal Juli.
Iman mengatakan dari ratusan laporan yang masuk itu ada 76 persen guru honorer yang mengaku terdaftar di dapodik dan memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK).
"Kami contohkan di DKI Jakarta laporan masuk yang kena cleansing 107 guru. Disdik mengatakan kalau yang kena itu yang tidak punya dapodik dan NUPTK. Ada 76 persen lebih dari setengahnya itu mengaku sudah memiliki," kata Iman.
Pilihan editor: P2G dan LBH Jakarta Buka Posko Pengaduan untuk Guru Honorer yang Terdampak Kebijakan Cleansing