TEMPO Interaktif, Bandar Lampung - Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Bandar Lampung, menghukum Sugiharto Wiharjo alias Alay, pemilik Tripanca Group, lima tahun penjara, denda Rp 50 miliar dan subsider 6 bulan. Vonis itu dua tahun lebih ringan dari tuntutan jaksa tujuh tahun penjara. “Terdakwa secara sah dan terbukti melakukan tindak kejahatan perbankan, yaitu melakukan kredit fiktif,” kata M. Asnun, ketua Majelis Hakim yang menyidangkan kasus itu, Jum’at (24/07).
Menurut Asnun, semua bukti di persidangan menguatkan telah terjadi pemalsuan dokumen perbankan dan transaksi kredit fiktif. Terdakwa yang merupakan pemilik Bank Perkreditan Rakyat Tripanca Setiadana itu terbukti membobol bank miliknya sendiri sebesar Rp 735 miliar. “Dia bersama terdakwa lainnya telah melanggar Pasal 49 Ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 10 tahun 1998,” ujar Majelis Hakim.
Mendengar vonis hakim itu, para terdakwa dan jaksa penuntut umum masih pikir-pikir dan belum mengajukan upaya banding.
Selain Sugiharto alias Alay, majelis hakim juga memvonis Podijono, direktur utama dan R.E Soedarman, direktur BPR Tripanca Setiadana. Podijono dan R.E Soedarman diganjar dengan hukuman tiga tahun, tiga bulan penjara dan denda Rp 10 miliar. “Perbuatan para terdakwa telah menimbulkan ketidakpercayaan dan kerugian para nasabah,” tegasnya. Ketiganya langsung dijebloskan ke Rumah Tahanan Way Hui Bandar Lampung.
Saat hendak dibawa ke tahanan, seorang pengawal Sugiharto melarang wartawan televisi untuk mengambil gambarnya. Akibatnya, belasan wartawan yang sejak pagi mengikuti sidang tersebut bersitegang dan nyaris baku hantam dengan para pengawal.
Keputusan hakim itu setelah mendengarkan dan mempertimbangkan keterangan Podijono Wiyatno (Direktur Utama BPR Tripanca), R.E. Sudarman (Direktur BPR Tripanca), Yanto Yunus (Kepala Bagian Perkreditan), Nini Maria (Kasi Administrasi Analisis Kredit), Laila Fang (sekretaris pribadi Alay), Fredi Candra Putra (staf Analisis Kredit), dan sejumlah saksi lain serta 137 jenis barang bukti.
Dari keterangan para saksi dan bukti di persidangan, terungkap Alay dan dua direksi BPR Tripanca itu melakukan tindak pidana perbankan dengan cara membuat kredit fiktif dalam pembukuan BPR Tripanca. Perbuatan tersebut dilakukan terdakwa Alay untuk mengajukan kredit fiktif atas nama 177 debitur.
Podijono Wiyatno, terpidana lain, mengakui telah menyetujui pencairan kredit fiktif itu atas perintah Sugiharto alias Alay yang disampaikan melalui terdakwa Yanto Yunus dan Nini Maria (analis kredit).
Setelah cair, dana kredit ditransfer ke rekening pribadi Alay bernomor 100001555 dan rekening BPR Tripanca nomor 100003555. Kedua rekening itu terdapat di BPR Tripanca. Praktek membobol bank milik sendiri itu telah menyebabkan BPR Tripanca Setiadana ambruk.
Aksi pembobolan bank itu diketahui setelah Bank Indonesia melakukan audit dan menginvestigasi menyeluruh terhadap BPR yang telah dilikuidasi sejak 25 Maret 2009 lalu.
Dampak ambruknya bank perkreditan rakyat milik Group Tripanca, sebuah group perusahaan yang bergerak di bidang jual beli hasil bumi itu, membuat ratusan nasabah kehilangan dananya. Ratusan milyar rupiah dana milik pemasok kopi, tidak bisa ditarik. Rontoknya BPR yang pernah dinyatakan oleh BI sebagai salah satu bank perkreditan terbaik itu juga menyebabkan kredit macet sebesar Rp 1,7 triliun di lima bank.
Kasus itu juga menyeret Satono, Bupati Lampung Timur dan Andy Ahmad Sampurnajaya, mantan bupati Lampung Tengah. Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisian Daerah Lampung. Dana sebesar Rp 107 milyar milik pemerintah kabupaten Lampung Timur dan Rp. 28 milyar milik pemerintah Kabupaten Lampung Tengah ikut raib karena tersimpan di BPR Tripanca Setiadana. Meski demikian, keduanya belum ditahan.
NUROCHMAN ARRAZIE