INFO NASIONAL – Penjabat (Pj.) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengungkapkan telah berhasil menciptakan kenaikan angka realisasi investasi, baik Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA).
“Salah satu misi kita adalah memacu pertumbuhan ekonomi di Jakarta. Bukan sekadar janji dan klaim belaka, tapi dibuktikan lewat kinerja nyata,” ujarnya beberapa waktu lalu.
Heru Budi menuturkan, pertumbuhan realisasi investasi terlihat selama tiga tahun terakhir. Untuk PMDN tercatat investasi sebesar Rp 95,2 triliun pada 2023. Melonjak dari Rp 89,2 triliun pada 2022 dan Rp 54,7 triliun pada 2021.
Sedangkan untuk PMA, Heru melanjutkan, Jakarta berhasil menarik investasi senilai US$ 4,8 miliar pada 2023. Meningkat tajam dari US$ 3,7 miliar dolar pada 2022 dan US$ 3,3 miliar dolar pada 2021.
“Data ini menunjukkan bahwa Jakarta sedang bergerak maju dan semakin bersinar, bukan mengalami kemunduran seperti yang dituduhkan sejumlah pihak yang pesimistis,” ucap Kepala Sekretariat Kepresidenan itu.
Ia berterima kasih terhadap kerja keras semua pihak, terutama jajarannya di Pemprov DKI, yang mampu menciptakan iklim yang aman dan kondusif bagi para investor, pekerja, maupun masyarakat yang beraktivitas di Jakarta.
“Saya mengajak kita semua untuk terus memelihara semangat dan optimisme dalam membangun Jakarta ke depan. Mimpi kita besar dan cita-cita kita mulia. Mari bersama-sama kita wujudkan Jakarta menjadi kota global yang maju, tertib, humanis, dan menyejahterakan seluruh warganya,” kata Heru Budi.
Wakil Direktur INDEF (Institute for Development of Economics and Finance) Eko Listyanto menilai, capaian Jakarta ini menunjukkan keyakinan investor. “Mereka melihat prospek berusaha di Jakarta ke depan itu cerah. Apalagi peningkatannya konsisten, dari 2021, 2022, dan 2023. Bukti ini menggambarkan ada optimisme bahwa ekonomi Jakarta terus tumbuh membaik,” tuturnya.
Eko mengaku tidak terlampau terkejut dengan data tersebut. Ia berpendapat Jakarta memang tetap menjadi magnet investasi. “Bisa dibilang, Jakarta itu wajahnya Indonesia. Sejak dulu begitu. Investasi kalau diundang masuk ke Indonesia biasanya melihat Jakarta dulu sebagai patokan,” ungkapnya.
Karena itu, ia menjelaskan, dalam mengukur keberhasilan Jakarta menarik investasi tidak bisa dikomparasi dengan kota-kota besar lainnya di Indonesia. “Sudah pasti Jakarta paling unggul,” tegas Eko
Data Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal membeberkan, Jakarta tetap menjadi yang teratas dalam menjaring investasi asing. Realisasinya pada 2023 mencapai US$ 4,8 miliar, sedangkan di posisi dua ada Cilegon, Banten, dengan US$ 2,49 miliar. Adapun nomor tiga Tarakan, Kalimantan Utara, sebesar US$ 802 miliar. Sementara Surabaya berada di nomor buncit atau 10 dengan US$ 201 miliar.
Menurut Eko, jika ingin mencari motivasi dan inspirasi sebaiknya mencoba membandingkan nilai investasi yang diperoleh kota-kota negara tetangg,a seperti Kuala Lumpur atau Bangkok. Sebagai contoh, Business Chief merilis laporan pada Oktober 2023 tentang 10 besar kota tujuan investasi di Asia. Jakarta berada di posisi buncit, kalah dengan Ho Chi Minh City, Vietnam (posisi 9); Kuala Lumpur, Malaysia di peringkat 6, serta Bangkok, Thaiand di posisi 4.
Kendati demikian, Eko tidak khawatir. Pasalnya, Jakarta punya potensi besar mendulang investasi. Pertama, ditunjang oleh jumlah populasi yang tinggi, lebih dari 10 juta jiwa. Kedua, banyak golongan menengah yang berarti punya pola hidup konsumtif.
“Golongan menengah itu paling demen belanja. Berbeda dengan Tokyo, misalnya, atau kota-kota makmur di Eropa. Di tempat-tempat yang merasa sudah sejahtera dan kaya justru malas belanja, akhirnya ekonomi jadi stuck (tersendat) dan tidak mau tumbuh,” beber Eko.
Demi menjaga minat investasi, Eko menyarankan Pemprov DKI konsisten menciptakan kota yang aman dan nyaman. Sekaligus tetap mengatasi masalah akut seperti macet dan banjir. Menurut dia, sektor Fast-Moving Consumer Goods (FMCG) paling banyak investasinya di Jakarta, terutama di wilayah pusat dan selatan.
“Mengapa? Karena Jakarta Utara kurang aman, sedangkan Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat relatif lebih aman. Investor lebih tertarik ketika keamanan di sebuah wilayah lebih terjamin. Demikian pula, kalau macet bisa diatasi, dapat mendorong investasi. Macet itu ekuivalen dengan kerugian ekonomi,” paparnya.
Ia menyimpulkan, upaya Jakarta menarik investasi sudah sesuai jalur. Data peningkatan sejak 2021 menunjukkan kota ini telah berhasil keluar dari pandemi Covid-19. Jadi, tidak perlu khawatir ibu kota nasional pindah ke Kalimantan. “Investor melihat prospek Jakarta sangat bagus. Captive market di sini sudah terbentuk. Jadi, mau jualan apa saja pasti laku, karena pasarnya sudah ada,” pungkas Eko. (*)