TEMPO.CO, Jakarta - Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta meluncurkan platform digital untuk memantau kualitas udara di masing-masing wilayah serta rekomendasi aktivitas yang tepat untuk dilakukan masyarakat berdasarkan kadar udara.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jakarta, Asep Kuswanto, mengatakan peluncuran platform itu dilakukan hari ini. Nama platform itu adalah website udara.jakarta.go.id. "Platform ini memudahkan publik untuk mengakses informasi. Semua bisa mengaksesnya melalui website udara.jakarta.go.id menggunakan berbagai gadget," kata Asep melakui keterangan tertulis yang diterima Tempo pada Jumat, 5 Juli 2024.
Asep mengatakan website itu menampilkan data dari 31 Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU) di Jakarta yang mengintegrasikan data dari SPKU milik DLH Jakarta, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), World Resources Institute (WRI) Indonesia, dan Vital Strategies.
"Ke depannya jumlah stasiun dan data yang diintegrasikan akan terus bertambah," tuturnya.
Dia menyebut websitenya pun sudah sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI). Standar tersebut untuk memastikan alat pemantau kualitas udara memenuhi kriteria yang diperlukan untuk menghasilkan data yang akurat dan konsisten.
“Jadi kami tidak sembarangan mengintegrasikan SPKU. Data yang ditampilkan merupakan data dari alat pemantau kualitas udara yang memenuhi standar,” ucapnya.
Layanan tersebut tidak mengintegrasikan data dari berbagai sumber yang telah memenuhi SNI saja, namun juga mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan LHK nomor 14 tahun 2020 tentang Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) sebagai indeks kualitas udara yang menjadi acuan secara nasional.
Selain itu, Asep mengatakan platform tersebut juga menyediakan visualisasi data yang mudah dipahami, seperti fitur peta interaktif, grafik, dan diagram.
Berdasarkan Permen LHK tersebut ada nilai yang ditetapkan untuk kualitas udara seperti 0 sampai 50 artinya tingkat kualitas udara masih sangat baik sehingga masyarakat baik melakukan kegiatan luar. Sedangkan nilai 51 sampai 100 menunjukan kualitas udara masih bisa diterima masyarakat masih bisa melakukan aktivitas di luar.
Lalu angka 101 sampai 199 kualitas udara bersifat merugikan, sehingga masyarakat diminta mengurangi aktivitas di luar ruangan. Angka 200 sampai 299 menunjukan indikator tingkat kualitas udara dapat meningkatkan resiko kesehatan masyarakat, sehingga diminta menghindari aktivitas diluar.
Kemudian nilai 300 sampai 500 tingkat kualitas udara merugikan kesehatan masyarakat diminta memakai masker. Penjelasan tersebut ada dalam platform DLH.
Di samping itu, dalam platform ini terdapat pula fitur edukasi dan informasi terkait kualitas udara serta dampaknya terhadap kesehatan. "Nantinya warga Jakarta dapat mengetahui langkah-langkah yang perlu diambil saat kualitas udara memburuk dan intervensi apa yang diambil Pemerintah dalam menindaklanjuti kondisi kualitas udara ketika statusnya tidak sehat, sangat tidak sehat, dan berbahaya," ujarnya.
Menurut dia, masyarakat dapat melihat data historis kualitas udara secara real time, sehingga dapat memantau tren dan perubahan kualitas udara dari waktu ke waktu. “Dengan data yang tersedia secara terbuka, warga Jakarta diharapkan lebih sadar dan turut aktif dalam menjaga kualitas udara,” kata Asep.
Pilihan editor: KPU Diminta Buat Pedoman Penanganan Kekerasan Berbasis Gender Pasca putusan Hasyim Asy'ari