TEMPO.CO, Jakarta - Dalam Rapat kerja bersama anggota Komisi III DPR RI pada 1 Juli 2024, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korups atau KPK, Alexander Marwata mengaku telah gagal memberantas kasus korupsi di Tanah Air.
Pengakuan tersebut disampaikannya setelah menjabat sebagai pimpinan KPK sejak 2015. Dalam rapat kerja tersebut, Alex menyebutkan adanya beberapa permasalahan yang menjadi alasan dari gagalnya KPK memberantas kasus korupsi di Indonesia.
Gagal Memberantas Korupsi
Dari rapat bersama anggota Komisi III DPR RI, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengaku bahwa dirinya telah gagal dalam memberantas kasus korupsi di Indonesia setelah delapan tahun menjabat, sejak 2015. Hal tersebut dikatakan Alex, jika berkaca dari indeks persepsi korupsi yang dikeluarkan oleh Transparancy International.
Alex membicarakan kegagalannya itu dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR RI. “Saya harus mengakui, secara pribadi 8 tahun saya di KPK kalau ditanya, apakah Pak Alex berhasil? Saya tidak akan sungkan-sungkan, saya gagal memberantas korupsi, Bapak, Ibu sekalian. Gagal,” kata Alex dalam rapat di kompleks parlemen Senayan, Jakarta pada Senin, 1 Juli 2024.
“Saya masih ingat tahun 2015, pertama kali masuk ke KPK, indeks persepsi korupsi itu 34, sempat naik ke angka 40, dan sekarang kembali di titik 34,” katanya. Tidak hanya itu, Alex pun menambahkan penilaiannya yang berkaca dari penilaian masyarakat terhadap kasus korupsi di Indonesia.
Ia pun berkaca dari penilaian masyarakat terhadap korupsi di Indonesia. “Beberapa tahun terakhir, ada yang menyampaikan kondisinya ini kembali lagi seperti sebelum reformasi. Parahnya seperti itu,” ujar Alex.
Sebelumnya, Transparancy International (TI) merilis hasil pengukuran Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2023 pada Januari 2024. Dari data tersebut, Indonesia menempati skor 34 yang dapat dikatakan stagnan dibandingkan tahun lalu. Dari data tersebut, Indonesia menempati peringkat 115 dari 180 negara yang disurvei. Hal ini menunjukkan persepsi korupsi di Indonesia tinggi.
Pimpinan KPK Meminta Menkopolhukam Memfasilitasi Pertemuan Rutin dengan Polri dan Kejagung
Wakil Ketua KPK tersebut, meminta Kementrian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan atau Kemenkopolhukam untuk memfasilitasi koordinasi lembaga KPK dengan Polri dan Kejaksaan Agung. Alex menambahkan, bahwa menurutnya koordinasi antara ketiga lembaga ini masih bermasalah sehingga menghambat dalam menindaklanjuti kasus korupsi.
Kemudian, Alex pun menyampaikan meminta Menko Polhukam Hadi Tjahjanto agar dapat membantu penyelesaian masalah tersebut. Salah satunya dengan memfasilitasi koordinasi antara KPK, Pori dan Kejaksaan Agung. Melalui bantuan dengan memfasilitasi peretemuan tersebut, Alex yakin ego sektoral dari lembaga-lembaga dapat dikesampingkan dan jika Kemenkopolhukam memfasilitasi. Namun, permintaan ini kata Nawawi bahwa Kemenkopolhukam belum ditindaklanjuti hingga saat ini.
Selain itu, Ketua sementara KPK, Nawawi Pomolango pun menyebutkan salah satu permasalahan dalam memberantas kasus korupsi di Indonesia adalah minimnya komitmen kepala daerah dalam pemberantasan korupsi.
Adanya Ego Sektoral
Pimpinan KPK Alexander Marwata menyebutkan adanya ego sektoral yang menghambat kinerja KPK. Ego sekotral ini membuat komunikasi KPK dengan Kejaksaan Agung dan Polri tidak berjalan dengan baik.
“Ini problem kelembagaan, ada tiga lembaga dan koordinasi supervisi ini sampai sekarang boleh dikatakan tidak berjalan dengan baik,” kata Alex dalam rapat kerja di kompleks parlemen Senayan, Jakarta pada Senin, 1 Juli 2024. Salah satu problemnya, kata dia, adalah adanya ego sektoral yang membuat komunikasi antara KPK dengan Kejaksaan Agung dan Polri tidak berjalan dengan baik.
Kemudian, Alex menyampaikan terkait ego struktural yang menghambat kinerja KPK ialah katanya jika ada dari anggota kepolisian atau kejaksaan yang ditangkap KPK. Kemudian, tiba-tiba pihak kejaksaan atau kepolisian menutup pintu koordinasi supervisi. Hal ini menyulitkan jalannya KPK dalam memberantas korupsi.
Alex lalu menyampaikan bahwa KPK telah meminta Menkopolhukam Hadi Tjahjanto agar membantu penyelesaian masalah tersebut. Salah satunya dengan memfasilitasi koordinasi antara KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung.
Alex mengatakan Kemenkopolhukam belum menindaklanjuti permintaan tersebut hingga saat ini. “Mudah-mudahan ke depan begitu mekanismenya. Kalau kami yang harus turun mengundang (Polri dan Kejaksaan Agung), ego sektoral itu masih ada,” ujarnya.
Ketua KPK Nawawi Pomolango menyampaikan bahwa hubungan antarlembaga penegak hukum juga mengalami permasalahan. “Selanjutnya permasalahan lain yang perlu kami sampaikan juga adalah hubungan kelembagaan antara KPK, Polri, dan Kejaksaan,” kata dia.
5 Bulan Pertama 2024 Ada 100 Kasus Korupsi di Indonesia
“Penanganan perkara TPK (tindak pidana korupsi) 2024, per 31 Mei 2024 ada 93 perkara tindak pidana korupsi yang ditangani KPK, dengan 100 tersangka,” kata Nawawi Pomolango dalam rapat di kompleks parlemena Senayan, Jakarta pada Senin, 1 Juli 2024.
Berdasarkan rapat dengan anggota komisi III DPR RI tersebut, Nawawi Pomolango menyebutkan bahwa ada sejumlah 100 perkara kasus korupsi di Indonesia dalam lima bulan ini dan 93 diantaranya telah masuk tahap penyelidikan. Dari 100 kasus tersebut, Nawawi menyebutkan mayoritasnya dilakukan oleh pejabat negara eselon I hingga eselon IV. Nawawi pun menambahkan bahwa kasus korupsi paling banyak ialah mengenai pengadaan barang dan jasa dengan total 43 kasus.
Ketua sementara KPK tersebut pun menyampaikan bahwa KPK telah melakukan penyelidikan sebanyak 26 kasus, penyidikan sebanyak 93 kasus, dan penuntutan sebanyak 53 kasus. Kemudian, ada 61 kasus yang telah inkracht atau berkekuatan hukum tetap dan 50 perkara lainnya yang telah dieksekusi.
Nawawi juga melaporkan bahwa KPK telah mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 296,5 miliar per 31 Mei 2024. “KPK terus mengoptimalkan pengembalian aset hasil TPK ke kas negara, di antaranya dengan meningkatkan asset tracing, uang pengganti, dan pengelolaan barang sitaan agar terjaga nilai ekonomisnya,” ujar dia.
HAURA HAMIDAH I SULTAN ABDURRAHMAN
Pilihan Editor: Wakil Ketua KPK Ungkap Masalah Ego Sektoral yang Hambat Pemberantasan Korupsi, Ini Kata Kejagung