TEMPO.CO, Jakarta - Koodinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia atau JPPI, Ubaid Matraji, mengatakan organisasinya menerima 162 laporan masalah Penerimaan Pendaftaran Didik Baru (PPDB) 2024 per 20 Juni 2024. Masalah paling besar terdapat pada jalur prestasi.
"Empat puluh dua persen dari jumlah itu mengenai tipu-tipu nilai di jalur prestasi," kata Ubaid dalam rilis resmi, Senin 24 Juni 2024.
Ubaid mengatakan, banyak calon peserta didik yang seharusnya lulus tapi dinyatakan tidak lulus oleh sekolah. Kasus ini ditemukan di kota Palembang yang melibatkan 7 SMAN yang melakukan praktik maladministrasi.
“Belum lagi, praktik ugal-ugalan terjadi di jalur gelap via gratifikasi dan jasa titipan orang dalam. Ini melibatkan banyak pihak dan menguras banyak uang. Tahun ini, dilaporakan dugaan adanya kasus ini mulai dari Rp 2-25 juta terjadi di berbagai daerah,” kata Ubaid.
Selain masalah itu, JPPU menerima laporan kasus manipulasi Kartu Keluarga di jalur zonasi sebanyak 21 persen, masalah mutasi 7 persen, dan ketidakpuasan orang tua di jalur afirmasi 11 persen.
"Di luar itu, ada juga kasus laporan dugaan adanya gratifikasi 19 persen ini dilakukan melalui 2 jalur gelap yang disebut jual beli kursi dan jasa titipan orang dalam," kata Ubaid.
Ubaid mengatakan, pemerintah harusnya belajar dari masalah PPDB di tahun sebelumnya. Namun, kata dia, pemerintah pusat dan daerah juga sekolah menganggap PPDB sebagai rutinitas biasa dan justru sesak dengan oknum yang hanya ingin meraih cuan musiman.
“Dengan sistem yang sekarang, yang tercermin dalam Permendikbud No.1 tahun 2021,semua jalur itu isinya zonk, karena keterrsediaan bangku sekolah yang kurang. Akibatnya, mereka harus sikut sikutan menghalalkan segala cara,” kata Ubaid.
Karena itu, Ubaid berharap, sistem kompetisi dalam rebutan kursi di musim PPDB ini harus diakhiri. Menurut dia, sistem PPDB yang seperti ini hanya menguntungkan sekolah negeri dan mendiskriminasi sekolah swasta.
Orang tua, kata dia, terpaksa memasukan anaknya ke sekolah swasta jika gagal PPDB. Padahal, tak semua orang tua bisa membayar biaya di sekolah swasta.“Apa ini yang namanya berkeadilan? Ini jelas melenceng dari mandat konstitusi yang diemban pemerintah soal perlindungan dan pemenuhan hak anak untuk mendaptkan pendidikan yang berkulitas dan berkeadilan bagi semua,” kata Ubaid.
Pilihan Editor: Garuda Ubah Rute Kepulangan 46 Kloter Jemaah Haji, Komnas Haji Minta Kompensasi