INFO NASIONAL – Wakil Ketua MPR RI Periode 2019-2024 Fadel Muhammad menilai keputusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI yang menjatuhkan sanksi ringan kepada Ketua MPR RI yang juga anggota Komisi III DPR, Bambang Soesatyo (Bamsoet) cacat prosedur. MKD pada Senin, 24 Juni 2024 menyatakan Bamsoet terbukti melanggar kode etik anggota dewan saat memberikan pernyataan publik soal wacana Amandemen UUD 1945.
“Polemik yang terjadi antara MKD DPR terhadap pimpinan MPR kurang pas, karena pertama, proses pelaksanaan dari pemanggilan itu tidak sesuai prosedur. Biasanya ada tiga kali pemanggilan dan ada jarak masing-masing tujuh hari, tetapi ini tidak. Baru sekali pemanggilan, tidak hadir, dan langsung diberi keputusan sanksi,” kata Fadel di ruang kerjanya di Gedung Nusantara III, di Kompleks Gedung MPR/DPR Jakarta, Selasa, 25 Juni 2024.
Padahal, menurut dia, ketdakhadiran Ketua MPR pada saat pemanggilan MKD untuk mempelajari dan mengumpulkan bukti-bukti dan dibawa pada pemanggilan berikutnya. “Saya termasuk yang menganjurkan agar ketua jangan hadir dahulu pada pemanggilan MKD, pertama panggilan hanya dua hari, jangan dulu datang. Lebih baik kami persiapkan dulu dengan baik materinya. Tiba-tiba kemarin sudah ada putusan,” kata lelaki kelahiran 20 Mei 1952 itu dengan nada kecewa.
Fadel pun memastikan memiliki bukti rekaman pada saat rapat itu terjadi. Namun, MKD tidak ada pemanggilan terkait bukti itu.
Kedua, lanjut dia, apa yang dipermasalahkan MKD tidak tepat karena Bamsoet berbicara atas nama Ketua MPR, bukan atas nama pribadi, yang sebelumnya sudah diketahui pimpinan MPR lainnya. “Jika memang ada salah etika, MKD bagusnya membuat surat kepada MPR atau kepada Ketua DPR, atau meminta MPR mengoreksi yang dapat membuat MPR membentuk tim Adhoc untuk menentukan kode etik.”
Fadel mengatakan, semestinya permasalahan itu antar lembaga, bukan justru menyalahkan atas nama pribadi. “Sebagai pimpinan MPR kami keberatan terhadap polemik yang ada dan sanksi yang dibuat terhadap pimpinan MPR,” kata dia. “Mungkin ada hal-hal politik yang lain di situ. Itu kita enggak tahu. Pasti biasanya yang begini-begini ada latar belakang politik sehingga menjadikan polemik,” tambah dia.
Gubernur Gorontalo Periode 2001-2009 itu juga menilai laporan dari pelapor yang merupakan mahasiswa itu memiliki legal standing atau kedudukan hukum yang tidak jelas. “Mustinya MKD klarifikasi dulu ke orang itu. Karena ini menyangkut institusi MPR bukan Bamsoet pribadi.”
Atas pemberian sanksi dari MKD itu menurut Fadel memberikan dampak yang besar terutama dari sisi psikologis ketua MPR. Lembaga ini pun akan menyurati Ketua DPR yang memiliki status level yang sama. “Kita buat surat ke pimpinan DPR agar pimpinan itu yang menegur dan menindaklanjuti MKD. Sesama institusi tidak berpolemik. Ini sikap dari seluruh pimpinan MPR,” ujar Fadel.
Fadel pun mengingatkan, orang-orang yang berada di MKD juga merupakan anggota MPR, karena itu jika melalui pimpinan DPR tidak menemukan titik penyelesaian, maka bisa saja MPR membentuk tim Adhoc MPR dan memanggil orang-orang MKD sebagai anggota MPR.
“Di sini kita merangkap menjadi anggota DPR, DPD, dan MPR. Masing masing memiliki badan kehormatan sendiri. Kalau di sini, DPR RI melalui MKD, DPD melalui Badan Kehormatan (BK), dan MPR ada Adhoc yang jika ada masalah baru dibentuk. Kami bisa saja bentuk Adhoc, lalu memanggil MKD,” tegas dia. Namun, dia pun berharap, hal itu tidak perlu terjadi. (*)