TEMPO.CO, Jakarta - Hakim Mahkamah Konstitusi atau MK, Daniel Yusmic P. Foekh, menanyakan ihwal penyelenggaraan pemilu kepada mantan hakim konstitusi, Aswanto, dalam sidang sengketa pileg hari ini, Senin, 27 Mei 2024.
Hal ini diungkapkan oleh Daniel saat menangani perkara nomor 92-01-12-12/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024. Dalam perkara ini, Aswanto menjadi ahli yang diajukan oleh Partai Amanat Nasional alias PAN selaku pemohon.
"Yang saya baca dalam keterangan ini, ahli berpandangan bahwa telah terjadi karut marut penyelenggara pemilihan kali ini, yang kemudian nurani ahli terusik untuk memberikan beberapa pendapat," kata Daniel di Gedung MK, Jakarta Pusat pada Senin, 27 Mei 2024.
Dia menuturkan akan mengajukan pertanyaan yang bukan substansi perkara. "Secara umum dulu ahli, apakah menurut ahli penyelenggara pemilu kali ini adalah yang terburuk selama penyelenggaraan pemilu di Indonesia? Karena wacana yang berkembang itu seolah-olah benar," tanya Daniel.
"Saya enggak bisa menjawab apakah penyelenggara pemilu tahun ini merupakan penyelenggara pemilu yang terburuk," jawab Aswanto. "Tentu kita punya informasi masing-masing, memang kalau kita mau memperbaiki penyelenggaraan pemilu itu, kita mulai dari rekrutmen penyelenggara."
Aswanto juga menjawab, terlepas benar atau tidak, berbagai berita mulai di media elektronik, media sosial, hingga media cetak mengatakan pemilu kali ini memang karut marut. Ini lantaran pemilihan umum dilakukan tidak tertib sesuai asas pemilu.
"Salah satunya adalah (pemilu) harus dilakukan secara jujur," ucap Aswanto.
Menurut Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin ini, orang yang kalah dengan cara yang benar tidak akan keberatan. Sebaliknya, orang yang kalah dan merasa dicurangi akan merasa keberatan.
Dalam perkara ini, PAN mempersoalkan pengisian calon anggota DPR RI pada Dapil Jawa Barat VI. Dinukil dari berkas permohonan, PAN mendalilkan mereka seharusnya memperoleh satu kursi DPR RI dari dapil tersebut, dengan perolehan 186.761 suara.
Namun, menurut partai tersebut, kesalahan KPU membuat mereka tidak memperoleh kursi tersebut. Kesalahan yang dimaksud adalah perbedaan suara C hasil salinan dengan D hasil tingkat kecamatan sampai nasional. PAN juga menuding Partai Golkar dan PKS memperoleh suara yang cukup signifikan di Dapil Jawa Barat VI akibat kesalahan ini.
Pilihan Editor: Demo di DPR, Ini Poin Penolakan Revisi UU Penyiaran dari Organisasi Pers