TEMPO.CO, Jakarta - Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil atau Disdukcapil DKI Jakarta menyatakan pihaknya masih mengkaji wacana kebijakan baru yang membatasi jumlah Kepala Keluarga (KK) dalam satu alamat, yaitu maksimal tiga KK.
“Jadi saat ini masih kita kaji dengan para pakar dan kita juga lagi buatkan naskah akademiknya yang nantinya akan dilakukan buat di Raperda (Rancangan Peraturan Daerah) nanti,” ujar Kepala Dinas Dukcapil DKI Jakarta, Budi Awaluddin kepada Tempo, Sabtu, 25 Mei 2024.
Budi kembali menegaskan pembatasan ini belum diimplementasikan.
Menurut dia, pembatasan yang dilakukan Pemprov bertujuan untuk menertibkan administrasi kependudukan di Jakarta. Banyaknya KK dalam satu alamat, kata Budi, seringkali menjadi masalah, karena tidak ada batasan yang jelas sehingga satu alamat bisa digunakan oleh lebih dari tiga KK.
Saat ini, data dari Dukcapil menunjukkan bahwa banyak alamat di Jakarta yang digunakan oleh lebih dari lima atau enam KK. Bahkan, ada yang mencapai sepuluh KK dalam satu alamat.
“Banyak, satu alamat ada yang lima KK, sepuluh KK, dan rata-rata lebih dari tiga di satu alamat,” kata Budi.
Budi merinci, program pembatasan KK di satu alamat ini juga sejalan dengan upaya Pemprov DKI Jakarta untuk menonaktifkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) warga yang sudah tidak lagi berdomisili di Jakarta. Kebijakan ini bertujuan untuk memastikan bahwa bantuan sosial (bansos) yang disalurkan tepat sasaran, yakni kepada warga yang benar-benar tinggal di Jakarta.
“Fenomena mereka (pendatang) karena begitu mudahnya mengurus akses perpindahan, setelah itu mereka pindah dan menyasar bantuan sosial. Nah saat ini kita lakukan penertiban. Karena apa? Kita mendahulukan masyarakat yang memang benar-benar warga DKI Jakarta,” ujar Budi.
Belakangan, kritik dan keluhan masyarakat semakin ramai usai mencuatnya wacana Pemprov DKI Jakarta terkait peraturan baru yang membatasi jumlah KK di satu alamat rumah. Pemprov menilai, pembatasan ini bertujuan untuk memperbaiki administrasi kependudukan di Jakarta. Sebab, banyak warga yang sudah tidak tinggal di Jakarta namun masih menggunakan alamat di Jakarta dan membuat penyaluran bantuan sosial berisiko tidak tepat sasaran.
"Di Jakarta satu alamat bisa 13 sampai 15 KK dan ada juga satu rumah isinya bisa sampai enam atau sembilan kepala keluarga," ujar Sekretaris Daerah atau Sekda Jakarta Joko Agus Setyono seperti dikutip Antara, Ahad, 26 Mei 2024.
Joko mengatakan, banyaknya jumlah penduduk di Jakarta juga berpengaruh pada beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jakarta sehingga akan digunakan seefisien mungkin. Melansir dari data Disdukcapil DKI Jakarta, saat ini jumlah penduduk ber-KTP Jakarta dan menetap di Jakarta hanya 8,5 juta orang, namun total penduduk di Jakarta mencapai belasan juta orang.
ANTARA
Pilihan Editor: Menjelang PPDB 2024, Syarat Pindah KK Akan Diperketat