TEMPO.CO, Jakarta - Pertemuan Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia (PDIP) Puan Maharani di panggung Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) World Water Forum (WWF) ke-10 di Bali pada Ahad malam, 19 Mei 2024, memunculkan spekulasi adanya sebuah rekonsiliasi politik.
Pasalnya, pertemuan Jokowi-Puan itu terjadi di tengah isu renggangnya hubungan PDIP dan Presiden imbas pemilihan presiden dan wakil presiden atau Pilpres 2024. Jokowi dianggap mendukung Prabowo Subianto yang berpasangan dengan putranya, Gibran Rakabuming Raka, untuk maju di Pilpres 2024.
Imbas pilpres tersebut, partai banteng bermoncong putih itu tak lagi menganggap Jokowi sebagai kadernya. Warta teranyar, PDIP juga tidak mengundang Jokowi ke rapat kerja nasional (Rakernas) yang bakal diselenggarakan pada akhir pekan ini.
Terkait undangan ke Rakernas, Jokowi enggan berkomentar mengenai keputusan PDIP tidak mengundangnya. Dia juga membantah ada perbincangan mengenai Megawati, Ketua Umum PDIP, saat bertemu Puan.
“Sudah lama sekali saya akrab dan baik dengan Mbak Puan,” kata Jokowi di posko pengungsian Batu Taba, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, Selasa, 23 Mei 2024, dilihat dari keterangan video. “(soal tak diundang rakernas) tanya ke yang mengundang. Jangan tanya saya.”
Lantas, bagaimana pakar dan pengamat menilai pertemuan Jokowi-Puan di tengah isu kerenggangan PDIP dengan presiden? Berikut pernyataan pakar dan pengamat yang dihimpun dari Tempo.
Siti Zuhro: Bukan sinyal rekonsiliasi
Profesor politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Siti Zuhro mengatakan, hubungan baik antara Jokowi dan Puan dalam konteks ini bisa diterjemahkan sebagai kedekatan dalam arti pola relasi dan sinergi dan kelembagaan negara, bukan makna yang lain.
Siti mengatakan, pertemuan Puan-Jokowi di Bali tak serta merta bisa diartikan dan disimpulkan sebagai kembalinya hubungan baik PDIP dan Jokowi. Dia mencontohkan hubungan Taufiq Kiemas, suami Megawati Sukarnoputri sekaligus ayahanda Puan, dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2004.
“Baiknya hubungan Taufiq Kiemas dengan SBY (waktu itu) sebagai Presiden tak membuat hubungan SBY-Megawati cair dan harmonis,” kata Siti, Rabu, 22 Mei 2024, seperti dikutip dari Tempo.
Selanjutnya: Ada faksionalisme di tubuh PDIP