TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Indonesia dianggap belum serius mengendalikan peredaran tembakau di Indonesia. Ketua Ruang Kebijakan Kesehatan Indonesia Mouhamad Bigwanto mengatakan upaya pemerintah dalam mengendalikan industri tembakau dan produk turunannya jauh tertinggal dari negara-negara lain di Asia Tenggara (ASEAN).
Padahal angka perokok berpotensi meningkat jika regulasi pengendalian tembakau masih lemah. Sebab industri tembakau semakin kreatif dalam mempromosikan dan mengemas produknya agar menarik pelanggan.
"Kebijakan pemerintah masih sangat lemah, bahkan hasil kajian kami justru industri campur tangan dalam pembuatan regulasi pengendalian tembakau,” kata Bigwanto di sela kegiatan workshop pengendalian tembakau negara-negara ASEAN yang digelar Southeast Asia Tobacco Control Aliance (Seatca) di Bangkok, Thailand, 15 Mei 2024.
Hingga hari ini, kata Bigwanto, pemerintah belum mempunyai regulasi yang memadai untuk mengendalikan produk tembakau. Pemerintah masih membolehkan pemasangan iklan produk tembakau, desain hingga perasa tembakau yang menjadi daya tarik bagi perokok pemula belum dilarang. Padahal semua negara di Asean, kecuali Indonesia telah melarang iklan produk rokok secara langsung.
Bahkan lima negara di ASEAN, yakni Thailand, Laos, Kamboja, Brunei Darussalam dan Singapura, kata Bigwanto, telah melarang peredaran rokok elektronik sebagai produk turunan industri tembakau. Vietnam dan Myanmar dalam waktu dekat juga bakal menyusul lima negara itu untuk melarang total peredaran rokok elektronik.
“Sedangkan di Indonesia iklan rokok dan penggunaan rokok elektronik bahkan bisa dilihat di mana pun,” kata Bigwanto. “Harganya juga relatif jauh lebih murah di bandingkan negara-negara lain. Itu yang menyebabkan permintaan terhadap produk dari industri tembakau tetap tinggi di Indonesia.”
Menurut Bigwanto, rendahnya komitmen pemerintah untuk mengendalikan industri tembakau dan produk turunannya tercermin dari kartu skor pengendalian tembakau 2023 yang diluncurkan Seatca pada Februari 2024 lalu. Dari sepuluh negara ASEAN, Indonesia menduduki peringkat bontot dengan skor terendah hanya 20,23 persen.
Ilustrasi berhenti merokok. Freepix.com
Negara yang dianggap berhasil dalam mengendalikan tembakau adalah Singapura, Filipina, Thailand, dan Vietnam. Mereka mempunyai kebijakan yang baik dalam pengendalian tembakau. “Thailand dengan skor 77,24 persen dan Singapura 75,76 persen. Dua negara itu meraih peringkat tertinggi dalam kartu skor pengendalian tembakau di negara Asean,” ujarnya.
Bigwanto berharap pemerintah membuat regulasi seperti sejumlah negeri jiran lainnya dalam mengendalikan tembakau. Minimal Indonesia bisa membuat regulasi yang membatasi promosi dan peredaran produk tembakau dengan cara melarang iklan, menghilangkan perasa pada semua produk dari industri tembakau, dan memperbesar informasi kesehatan bergambar dalam produk rokok konvensional dan rokok elektrik.
“Kami harap upaya pengendalian tersebut bisa masuk dalam regulasi di Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Kesehatan, sebagai turunan dari Undang-Undang Kesehatan yang baru disahkan tahun lalu,” ucapnya.
Perwakilan Organisasi Kesehatan Dunia perwakilan Thailand Jos Vandelaer mengatakan pandemi tembakau tidak akan pernah selesai jika pemerintah di setiap negara tidak mempunyai regulasi untuk mencegah peredarannya. "Dampak dan kerugian itu tidak bisa dilanjutkan," kata Jos dalam pembukaan workshop pengendalian tembakau negara-negara Asean yang digelar Seatca untuk menyambut Hari Tanpa Tembakau Sedunia itu di Bangkok, Thailand, pada 14 Mei 2024 lalu. Adapun tema Hari Tanpa Tembakau Sedunia tahun ini, yakni “Protecting Children from Tobacco Industry Interference."
Dampak tembakau, menurut dia, terus menimbulkan kerugian mulai dari jumlah perokok yang meninggal dan perokok pasif yang terus bertambah, hingga beban biaya layanan kesehatan untuk pengobatan penyakit yang disebabkan tanaman dengan nama Latin Nicotiana tabacum itu. Menurut Jos lagi, Hari Tanpa Tembakau Sedunia pada 31 Mei tahun ini, mesti menjadi kesempatan untuk mengingatkan publik akan bahaya penggunaan tembakau.
Terutama, kata dia, soal bagaimana perusahaan tembakau berusaha untuk terus mengembangkan bisnisnya. Indeks Campur Tangan Industri Tembakau Global tahun 2023 menunjukkan bahwa industri tembakau telah meningkatkan intervensinya terhadap kebijakan kesehatan masyarakat.
Industri tembakau telah mengembangkan produk yang menarik perhatian dan trendi agar disukai pelanggan mereka. Salah satu yang mereka ciptakan adalah rokok elektrik yang beraneka ragam bentuk dan menarik perhatian, khusus bagi generasi muda. Mereka terus memproduksi rokok elektronik yang menarik perhatian di tengah adanya penurunan konsumsi rokok konvensional.
Petugas menunjukkan barang bukti cairan rokok elektrik (liquid vape) ilegal hasil penindakan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa 2 November 2021. Bea Cukai Sidoarjo berhasil menangkap seorang tersangka dengan barang bukti 14.338 botol cairan rokok elektrik (liquid vape) ilegal yang tidak dilengkapi pita cukai dan siap dipasarkan di lokapasar (marketplace). ANTARA FOTO/Umarul Faruq
'"Jadi jika industri tembakau tidak bisa meyakinkan anak muda untuk menggunakan tembakau, maka yakinkan mereka untuk mulai menggunakan vaping atau rokok elektrik," ujarnya. "Jika anak muda tidak membeli rokok, jual lah rokok elektrik kepada mereka dengan cara yang menarik perhatian mereka. Karena mereka merupakan pelanggan potensial seumur hidup."
Dari sudut pandang industri tembakau, kata dia, target generasi muda adalah hal yang paling penting. Jika dapat meyakinkan generasi muda untuk mulai merokok, maka mereka sedang merekrut pelanggan yang ketagihan seumur hidup. "Sehingga industri tembakau terus mencari pengguna dan pasar baru untuk produk-produk yang mereka hasilkan. Ini adalah model bisnis mereka dan mereka akan melakukan apa pun untuk melindungi bisnis mereka," ujarnya.
Untuk melindungi generasi muda dari bahaya tembakau, banyak negara telah menandatangani Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC) Organisasi Kesehatan Dunia. Indonesia hingga saat ini belum menandatangani FCTC.
Pasal 5.3 Konvensi Kerangka Kerja secara khusus menyatakan bahwa pemerintah harus melindungi kebijakan kesehatannya dari kepentingan komersial dan kepentingan industri tembakau lainnya. Dengan kata lain tidak boleh ada campur tangan dari industri tembakau. WHO, kata Jos, juga telah meluncurkan kampanye Hentikan Kebohongan atau Stop The Lies.
Kampanye itu merupakan sebuah inisiatif untuk melindungi generasi muda dari industri tembakau dan produk-produk mematikannya. Perjanjian ini menyerukan diakhirinya campur tangan industri tembakau dalam kebijakan kesehatan. "WHO berkomitmen untuk mengungkap upaya industri yang melemahkan kebijakan kesehatan, terutama terkait produk yang dipasarkan kepada kelompok rentan dan generasi muda," ujarnya.
Direktur Eksekutif Seatca Ulysses Dorotheo mengatakan dunia telah melakukan kesalahan dengan mengizinkan perusahaan tembakau membuat dan menjual rokok. Data saat ini dengan jelas menunjukkan bahwa dunia sedang memasuki epidemi rokok elektrik. "Pemerintah di berbagai negara mempunyai kesempatan untuk bertindak tegas dengan melarang produk-produk ini sebelum penggunaannya menjadi lebih luas,” kata Ulysses.
Setali tiga uang, Direktur Eksekutif, Action on Smoking and Health Thailand Prakit Vathesatogkit, mengatakan industri tembakau tidak akan berhenti untuk memastikan bahwa bisnisnya yang bersifat adiktif dan berbahaya agar dapat terus bertahan dan berkembang. "Anak-anak kita sedang diserang. Pemerintah di berbagai negara harus sepenuhnya menegakkan larangan rokok elektronik untuk memastikan bahwa generasi muda kita terlindungi dari kecanduan nikotin seumur hidup,” katanya.
Pilihan Editor: Ridwan Kamil Diberi 2 Surat Tugas Maju di Pilkada 2024, Airlangga: Dia Menjanjikan