INFO NASIONAL – Dinas Kesehatan dan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta melakukan kampanye edukasi dengan tema ‘Udara Bersih Untuk Jakarta’, di Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Pandawa Tanah Tinggi, Jakarta Pusat, Selasa, 14 Mei 2024.
Kegiatan ini menyasar masyarakat rentan dipermukiman padat penduduk. Kegiatan ini menjadi salah satu rangkaian strategi tanggap darurat mengantisipasi potensi penurunan kualitas udara pada musim kemarau. Kegiatan serupa juga dilakukan di RPTRA Si Pitung Marunda, Jakarta Utara, Senin, 13 Mei 2024.
Wakil Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Dwi Oktavia Handayani atau Lies mengatakan, studi persepsi tatap muka yang dilakukan Dinas Kesehatan kepada 400 responden di sepuluh titik puskesmas tingkat kecamatan pada Desember 2023 lalu, menunjukan masyarakat sudah sadar mengenai sumber penyebab polusi. Namun, tingkat persetujuan menurun ketika ditanya mengenai tindakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi emisi.
“Artinya, tantangan dari promosi edukasi adalah bagaimana mendorong masyarakat agar terjadi lebih banyak perubahan perilaku secara berkelompok,” ujarnya.
Lies menjelaskan, pengendalian polusi udara memiliki banyak dimensi. Penanganan di hulu terhadap sumber emisi harus selaras dengan penanganan di hilir. Pada tingkat tapak, aksi bersama masyarakat dapat dilakukan dengan mengurangi produksi emisi dari perilaku kecil, seperti lebih memilih jalan kaki ke warung atau pasar terdekat, pilah olah sampah tanpa pembakaran, memakai masker ke luar rumah ketika kualitas udara menurun, menggunakan transportasi umum, dan melakukan uji emisi kendaraan pribadi.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta bekerja sama dengan para kolaborator pada tingkat kebijakan, agar memiliki data Inventarisasi Emisi terbaru mengenai sumber emisi terbesar di Jakarta, yaitu sektor transportasi dan industri.
Wakil Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, Sarjoko mengatakan, pihaknya sudah memiliki lima stasiun pemantau referensi tambahan dan 23 sensor udara berbiaya rendah. Menurutnya, alat-alat pemantauan dibutuhkan untuk mengumpulkan data yang valid dan berkualitas.
“Dengan adanya data yang lebih banyak, kita dapat lebih presisi dalam mengidentifikasi sumber polusi, mengomunikasikannya kepada publik, dan membuka akses keterbukaan informasi yang lebih luas,” ujarnya.
Menurut Sarjoko, membangun integrasi data kualitas udara dan kesehatan menjadi prioritas Pemprov DKI Jakarta sejak beberapa bulan terakhir. Hal ini dibuktikan, salah satunya melalui integrasi sistem Elang Biru Jaya dan sistem Uji Emisi Kendaraan Roda 2 dan Roda 4 milik KIR Dinas Perhubungan. Sinergi tersebut memungkinkan pemerintah untuk mengintervensi emisi langsung dari sumbernya, serta mendorong kepatuhan emisi gas buang kendaraan bermotor agar memenuhi standar.
Pemeruntah juga mengembangkan sistem peringatan dini risiko paparan polusi udara, mengkaji skema-skema disinsentif perparkiran, meningkatkan manajemen pelayanan transportasi, dan implementasi konsep kawasan rendah emisi terpadu.
Dari aspek peningkatan kapasitas sumber daya manusia, Pemprov DKI Jakarta tengah menggencarkan promosi kesehatan tentang risiko paparan polusi udara melalui pengembangan kapasitas petugas layanan kesehatan dan agen perubahan di sepuluh puskesmas kecamatan. Petugas layanan kesehatan tersebut dibekali dengan pelatihan komunikasi, alat peraga, dan berbagai instrumen interaktif untuk menjelaskan isu polusi udara kepada berbagai lapisan masyarakat.
“Keberhasilan dalam membangun kesadaran masyarakat akan risiko polusi udara selalu dimulai dari keluarga. Kami berharap kehadiran para ibu dan anak muda pada kegiatan-kegiatan edukasi seperti ini membuka pintu yang lebih lebar untuk keterlibatan warga yang lebih luas,” kata Country Lead Breathe Jakarta, Cynthia Imelda Maidir.
Imelda berharap, rencana aksi yang dimiliki oleh kesepuluh puskesmas kecamatan dan akan diikuti oleh 34 kecamatan lainnya di Jakarta menjadi langkah konkret untuk mewujudkan ketahanan masyarakat dan melahirkan solusi inovatif dalam menghadapi potensi penurunan kualitas udara.
Sebagai informasi, berbagai kegiatan kampanye integrasi di antara para pemangku kepentingan sektor udara dan iklim akan terus berlangsung hingga masa puncak polusi udara yang diprediksi pada Juli–September, salah satunya melalui Gerakan Jakarta Berjaga dan Desa Sehat Iklim. Adapun acara puncak akan dilaksanakan bersamaan dengan Hari Lingkungan Hidup yang jatuh pada pekan 5 Juni mendatang. (*)