TEMPO.CO, Jakarta - Wacana mengenai penambahan jumlah kementerian dari 34 menjadi 40 dalam pemerintahan presiden terpilih Prabowo Subianto mendatang menjadi topik perbincangan publik dalam beberapa hari terakhir. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman menganggap penambahan kementerian sebagai hal wajar karena Indonesia merupakan negara yang besar sehingga butuh bantuan dari banyak pihak.
Rencana Prabowo menambah jumlah kementerian hingga 38 hingga 40 diwartakan oleh majalah Tempo dalam laporan utama pekan lalu, "Orang Lama Kabinet Baru", yang terbit pada 6 Mei 2024. Orang-orang dekat Prabowo menceritakan Prabowo berupaya membangun koalisi besar untuk menguasai Dewan Perwakilan Rakyat. Tujuannya untuk memungkinkan program pemerintah yang diajukan dapat berjalan mulus.
Untuk mengakomodasi koalisi itu, menambah jumlah kementerian menjadi solusinya. Namun penambahan jumlah kementerian perlu merevisi Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Pasal 15 UU Kementerian Negara menyebutkan jumlah keseluruhan kementerian paling banyak 34.
Rancangan Undang-Undang (RUU) Kementerian Negara sudah masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sejak diusulkan pada 2019. Dikutip dari situs web resmi DPR RI, RUU Kementerian Negara terdaftar di nomor 16 Prolegnas 2022-2024 sebagai usulan DPR tertanggal 10 Mei 2024.
1. Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani: Revisi Dimungkinkan sebelum Pelantikan Prabowo
Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani mengatakan revisi Undang-Undang Kementerian Negara bisa terlaksana sebelum Prabowo Subianto dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia. Muzani menekankan ada kebutuhan berbeda di setiap pemerintahan.
"Ya, revisi itu dimungkinkan. Ya, revisi itu bisa sebelum dilakukan (pelantikan Prabowo sebagai Presiden)," kata Wakil Ketua MPR itu di Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta Pusat, Ahad, 12 Mei 2024.
Muzani mengatakan setiap presiden memiliki tantangan dan kebijakan yang berbeda-beda pada setiap zaman sehingga perubahan nomenklatur kementerian melalui revisi UU Kementerian bersifat fleksibel.
"Itu yang kemudian menurut saya UU kementerian itu bersifat fleksibel tidak terpaku pada jumlah dan nomenklatur," kata Muzani.