TEMPO.CO, Jakarta - Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP menggugat Komisi Pemilihan Umum (KPU) ke Pengadilan Tata Usaha Negara atau PTUN Cakung, Jakarta Timur. Mereka menggugat KPU atas dugaan perbuatan melawan hukum.
KPU mengatakan, gugatan ke PTUN seharusnya merupakan upaya hukum lanjutan setelah melakukan gugatan terhadap Bawaslu. Namun, sampai saat ini belum ada informasi dari Bawaslu tentang putusan sengketa proses di PTUN.
Menanggapi hal itu, Ketua Tim Hukum PDIP, Gayus Lumbuun, mengatakan, KPU keliru memahami gugatan ini. Ia mengatakan, gugatan ini berbeda dengan jalur yang dimaksud KPU.
Ia menjelaskan, ada tiga jalur dalam sengketa pemilu yaitu jalur sengketa pemilu di MK, jalur proses di PTUN, dan jalur perorangan.
Jalur di MK berhubungan dengan gugatan atas hasil pemilu. Sedangkan, Jalur di PTUN berkaitan dengan lembaga yang menjalankan proses pelanggaran hukum pemilu. Jalur itu diawali dengan proses administrasi di Bawaslu. Jalur ketiga mengenai orang yang melanggar hukum yaitu pejabat negara.
Menurut Gayus, gugatan PDIP di PTUN berkaitan dengan jalur ketiga. PDIP mempersoalkan KPU sebagai penyelenggara pemilu karena diduga melakukan perbuatan melawan hukum. Perbuatan itu yakni menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres). Padahal, Gibran tak memenuhi syarat usia minimum mendaftar cawapres.
"Jadi saya adalah jalur yang ketiga bahwa KPU sebagai penyelenggara di bidang pemilu telah melanggar hukum. Inti pelanggaran itu dari pendaftaran yang tak memenuhi syarat Gibran," kata Gayus saat dihubungi, Ahas 28 April 2024.
Gibran belum berusia 40 tahun sebagai syarat minimum usia pendaftaran capres-cawapres sebagaimana diatur dalam Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2019.
Pasca Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia Capres-cawapres pada 16 Oktober 2024, KPU juga tak memgubah Peraturan KPU itu. Ia langsung saja menetapkan Gibran tanpa melalui prosedur hukum.
"KPU dengan begitu saja menetapkan itu sebagai peraturan. Tidak melalui DPR dan presiden," kata Gayus.
Untuk menghadapi sidang perdana pada 2 Mei 2024 nanti, Tim Perjuangan Demokrasi Indonesia akan membawa materi perbuatan melawan hukum yang dilakukan KPU. Mulai dari pelanggaran penetapan Gibran hingga putusan DKPP yang memberikan sanksi etik kepada KPU karena menetapkan Gibran sebagai cawapres.
"Sudah kami rangkum dalam gugatan yang meminta mencoret Gibran sebagai cawapres," kata Gayus.
Anggota KPU RI, Idham Holik, sebelumnya mengatakan, pengajuan gugatan ke PTUN seharusnya merupakan upaya hukum lanjutan setelah melakukan gugatan terhadap Bawaslu. Hal ini sesuai dengan Pasal 471 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).
Namun, Idham mengatakan, KPU sampai saat ini tidak pernah menerima atau mendapatkan informasi dari Bawaslu tentang Putusan Sengketa Proses atas perkara yang akan disidangkan di PTUN.
" KPU tak pernah mendapatkan informasi itu," kata Idham saat dihubungi, Minggu 28 April 2024.
Lagi pula, Idham menegaskan, KPU melaksanakan pencalonan sudah sesuai konstitusi. Mahkamah Konstitusi (MK), kata Idham, bahkan mengapresiasi KPU yang telah melaksanakan prinsip jujur dan adil.
Pilihan Editor: Kata Ketum Muhammadiyah Soal Gugatan PDIP di PTUN