“Pada awal periode pemerintahan baru nanti merupakan momentum untuk kembali melanjutkan dan mengkonkretkan penyempurnaan itu,” kata dia.
Revisi UU Pemilu Mencakup Tiga Hal
Menurut Wakil Ketua Komisi II DPR Yanuar Prihatin, setidaknya revisi UU Pemilu harus mencakup tiga hal. Pertama, UU Pemilu harus direvisi menyangkut aturan teknis yang menegaskan ulang jadwal cuti khusus untuk para pejabat saat ingin kampanye politik, durasi waktu atau jumlah harinya harus jelas dan jadwal cuti wajib dilaporkan ke KPU dan Bawaslu secara resmi.
Menurut dia, sorotan MK agar perjalanan dinas pejabat negara diatur ulang supaya tidak berhimpitan dengan jadwal kampanye itu layak ditindaklanjuti.
"Saya kira sangat penting untuk mengatur ulang kampanye para pejabat negara setingkat presiden/wakil presiden dan menteri ini. Selama ini mereka sadar atau tidak sadar sering kali menyalahgunakan kewenangannya sebagai pejabat untuk kepentingan elektoral," kata Yanuar dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, 23 April.
Kedua, kata dia, sanksi yang berat atas pelanggaran tersebut harus jelas, terukur, dan nyata. Sanksi menjadi kewenangan Bawaslu dan wajib dipatuhi oleh pejabat yang bersangkutan jika terbukti melanggar.
"Selama ini, tanpa sanksi yang berat dan jelas, presiden dan para menteri bisa seenaknya mempengaruhi pilihan politik rakyat dengan menggunakan fasilitas negara dan memanfaatkan kewenangannya secara terbuka untuk tujuan elektoral," ujar politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.
Ketiga, pembagian bantuan sosial atau bansos, beasiswa, sertifikat tanah, uang, dan peresmian-peresmian sarana atau prasarana yang berdampak pada masyarakat harus diatur ulang waktunya agar tidak tumpang tindih pada masa-masa kampanye.
"Tentu saja masih banyak aspek lainnya yang harus direvisi dalam UU Pemilu, termasuk lemahnya penegakan hukum terhadap pelaku politik uang dalam pemilu. Fenomena ini harus dicari akar masalahnya agar konstruksi UU Pemilu mampu menjawab soal ini," tuturnya.
Dia menekankan fasilitas negara dan program-program pemerintah yang instan, seperti bansos dan sejenisnya, tidak boleh lagi disalahgunakan untuk tujuan politik praktis.